Sepak Bola | MAKRO EKONOMI | TEKNOLOGI | AI dan robot | Crypto | EDUKASI
Bank Indonesia Longgarkan Likuiditas Perbankan hingga 78 Triliun
Dalam langkah strategis untuk memperkuat sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan kredit nasional, Bank Indonesia mengumumkan kebijakan pelonggaran likuiditas perbankan yang akan membebaskan dana hingga Rp78 triliun mulai Juni 2025. Kebijakan ini diprediksi menjadi katalis pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
MAKRO EKONOMI
5/26/20252 min read


Jakarta, 26 Mei 2025 — Bank Indonesia (BI) kembali menunjukkan peran aktifnya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Pada Senin (26/5), otoritas moneter tersebut mengumumkan kebijakan pelonggaran likuiditas bagi sektor perbankan, yang diperkirakan akan mengalirkan dana segar hingga Rp78,45 triliun ke sistem keuangan nasional.
Kebijakan ini mencakup penurunan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) sekunder rupiah dari 5% menjadi 4%, efektif per Juni 2025. Bersamaan dengan itu, BI juga meningkatkan batas maksimum pendanaan luar negeri yang dapat diterima oleh bank dari 30% menjadi 35% dari modal inti. Kombinasi dua kebijakan ini mencerminkan langkah antisipatif dan progresif dalam menyikapi tantangan ekonomi domestik dan global.
🎯 Mendorong Kredit dan Investasi
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa pelonggaran ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit, terutama kepada sektor-sektor produktif seperti UMKM, industri manufaktur, dan sektor pertanian.
“Likuiditas yang lebih longgar akan memberikan fleksibilitas tambahan bagi perbankan untuk memperkuat fungsi intermediasi dan mendukung pembiayaan ekonomi nasional,” kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta.
Langkah ini juga diharapkan dapat menjadi pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi swasta, dua komponen utama dalam struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang saat ini membutuhkan stimulan tambahan.
🌍 Respon Pasar dan Ekonom
Kebijakan ini langsung mendapatkan respons positif dari kalangan pelaku pasar dan ekonom. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,8% pada Selasa pagi, dipimpin oleh saham-saham perbankan seperti BCA, BRI, dan Mandiri. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga bergerak stabil di kisaran Rp15.600.
Ekonom dari HSBC Asia Pacific, Aria Wirawan, menyatakan bahwa langkah BI ini “sejalan dengan tren global di mana banyak bank sentral mulai fokus pada pertumbuhan tanpa mengorbankan stabilitas.”
Menurutnya, tambahan likuiditas senilai Rp78 triliun akan berdampak signifikan terhadap permintaan kredit yang sempat stagnan akibat tekanan inflasi dan tingginya suku bunga selama dua tahun terakhir.
🏛️ Kebijakan Proaktif di Tengah Ketidakpastian
Kebijakan ini hadir di tengah ketidakpastian global, termasuk gejolak harga komoditas, tensi geopolitik antara AS dan Tiongkok, serta tren perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa.
BI memilih untuk tetap menahan suku bunga acuan (BI-Rate) di level 6,25% sambil memanfaatkan instrumen makroprudensial seperti GWM dan aturan pendanaan untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas moneter dan pertumbuhan.
“Ini adalah contoh nyata bahwa BI tidak hanya berpikir soal inflasi dan nilai tukar, tetapi juga soal inklusi dan keberlanjutan pembiayaan,” ujar Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS.
📈 Implikasi bagi Perbankan dan Masyarakat
Dengan tambahan ruang likuiditas, bank-bank akan memiliki insentif lebih besar untuk memperluas portofolio kredit mereka. Hal ini diharapkan berdampak positif bagi:
UMKM yang masih mengalami kesulitan akses pembiayaan.
Sektor properti yang menunggu pemulihan pascapandemi.
Konsumen rumah tangga yang membutuhkan pembiayaan konsumtif dan produktif.
Namun, beberapa analis memperingatkan bahwa peningkatan likuiditas harus disertai penguatan tata kelola kredit agar tidak menimbulkan lonjakan kredit bermasalah (NPL).
🧭 Langkah Strategis Menuju 2026
Pelonggaran ini sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,2%–5,8% pada 2026 yang telah ditetapkan pemerintah. Likuiditas yang lebih longgar akan berperan sebagai pelumas bagi mesin ekonomi nasional yang tengah mempercepat putaran setelah beberapa tahun tertahan oleh ketidakpastian global.
Langkah Bank Indonesia ini juga menunjukkan sinergi yang semakin solid antara otoritas moneter, fiskal, dan sektor riil dalam menghadapi tantangan ekonomi.
📌 Penutup
Kebijakan pelonggaran likuiditas senilai Rp78 triliun oleh Bank Indonesia adalah sinyal kuat bahwa negara ini tidak tinggal diam di tengah ketidakpastian global. Ini adalah langkah yang berani, terukur, dan progresif—menunjukkan bahwa Indonesia serius menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan.
Kita akan melihat dalam beberapa bulan ke depan, bagaimana respons dunia usaha, konsumen, dan investor terhadap langkah besar ini. Namun satu hal yang pasti: Bank Indonesia telah meletakkan fondasi untuk pertumbuhan yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Berita Lainnya
NuntiaNews
Informasi terbaru tentang Teknologi terbaru seperti AI, Crypto dan Robot, Makro Ekonomi serta Edukasi
HALAMAN
Analisis
© 2025 NuntiaNews. All rights reserved.