Bank Sentral Alihkan Cadangan Devisa Global dari Dolar ke Emas, Euro & Yuan

Survei OMFIF 2025 menunjukkan makin banyak bank sentral mengurangi porsi dolar Amerika Serikat dalam cadangan devisa mereka. Tren baru: menambah emas fisik, memperbesar porsi euro, dan—untuk pertama kalinya secara signifikan—menyimpan yuan China. Perubahan ini berpotensi mengguncang lanskap keuangan global dan memengaruhi kebijakan moneter di negara-negara berkembang.

MAKRO EKONOMIINVESTASI

6/25/20253 min read

Bank Sentral Alihkan Cadangan Devisa Global dari Dolar ke Emas, Euro & Yuan | NuntiaNews
Bank Sentral Alihkan Cadangan Devisa Global dari Dolar ke Emas, Euro & Yuan | NuntiaNews

London, 25 Juni 2025 — Hegemoni dolar Amerika Serikat sebagai mata uang cadangan utama dunia mendapat tantangan baru. Dalam Global Central Bank Reserve Survey 2025 yang dirilis OMFIF (Official Monetary and Financial Institutions Forum) pagi ini, 40 % bank sentral responden mengatakan akan menambah emas dalam sepuluh tahun ke depan, sementara minat untuk menambah cadangan dolar merosot ke posisi ketujuh—terendah sejak krisis 1970-an.

Lebih mengejutkan lagi, euro diproyeksikan meraih kembali porsi 25 % dari total cadangan devisa resmi pada 2030, dan yuan China berpotensi menembus 6 %—nyaris tiga kali lipat dibandingkan level saat ini.

Fenomena ini menandai “super-cycle diversifikasi”: upaya terkoordinasi oleh banyak bank sentral untuk mengurangi ketergantungan pada satu mata uang guna meredam risiko geopolitik, fluktuasi suku bunga, dan penggunaan dolar sebagai alat sanksi ekonomi.

🔎 Mengapa Bank Sentral Berpaling?

  1. Risiko Geopolitik & Sanksi
    Sejak konflik Ukraina 2022, aset Rusia dalam denominasi dolar dan euro dibekukan. Kini banyak negara khawatir aset serupa bisa diblokir jika terjadi gesekan diplomatik. Menyimpan emas fisik di dalam negeri dianggap “imunitas alami” terhadap pembatasan internasional.

  2. Volatilitas Kebijakan Tarif AS
    Pemerintahan Washington yang agresif mengenakan tarif baru—termasuk pada mitra tradisional—membuat nilai tukar dolar makin dipengaruhi keputusan politik. Michael Barr, Wakil Ketua The Fed, bahkan mengakui pekan ini bahwa tarif dapat “menyebabkan inflasi bertahan di atas 3 % lebih lama dari perkiraan”.

  3. Kenaikan Suku Bunga AS
    Walau imbal hasil obligasi Amerika tinggi, volatilitas pasar surat utang kian besar. Bank sentral kini menilai imbal hasil lebih stabil dapat diperoleh dari obligasi eurozone setelah inflasi Eropa turun di bawah 2 %.

  4. Digitalisasi Yuan
    China terus mendorong adopsi e-CNY (yuan digital), menjanjikan penyelesaian perdagangan lintas-negara yang lebih murah dan cepat. Hal ini meningkatkan daya tarik yuan sebagai aset likuid dengan utilitas praktis.

💰 Bagaimana Komposisi Baru Cadangan Devisa?

  • Emas
    Diproyeksikan naik dari 14 % ke 17–18 % total cadangan global. Negara pasar berkembang—termasuk India, Brasil, dan Indonesia—mulai menambah 10–30 ton emas per tahun.

  • Euro
    Kembali ke kisaran rupiah25 % pangsa global, didorong reputasi surplus perdagangan Jerman-Prancis dan program pelonggaran ECB yang segera berakhir.

  • Yuan
    Naik ke rupiah6 %. Walau masih jauh di bawah dolar dan euro, lonjakan ini tergolong cepat; pada 2016 porsi yuan belum tembus 1 %.

  • Dolar AS
    Susut perlahan dari 58 % ke 52–54 % pada 2030. Masih dominan, tetapi tren perlambatan jelas terlihat.

🌍 Dampak Pasar & Kebijakan Global

  1. Kurs & Imbal Hasil
    Diversifikasi menekan permintaan obligasi Amerika berdenominasi dolar, berpotensi mengangkat yield jangka panjang. Sebaliknya, Eropa bisa menikmati biaya pinjaman lebih rendah.

  2. Harga Emas
    Setiap 1 % peningkatan cadangan resmi emas bisa menaikkan harga spot hingga 2 %. Trader memproyeksi emas berpeluang melewati rupiah3 400 per ounce sebelum akhir tahun.

  3. Likuiditas Yuan
    SWIFT melaporkan pangsa pembayaran global yuan sudah 4,8 %—tertinggi sepanjang sejarah. Jika cadangan meningkat, bank komersial di Afrika dan Amerika Latin akan terdorong membuka koridor kliring yuan.

  4. Strategi Emerging Market
    Negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Turki mulai meninjau ulang komposisi cadangan untuk mengurangi ketergantungan dolar. Bank Indonesia dilaporkan menambah 4 ton emas sejak Januari dan meningkatkan swap bilateral dengan China senilai rupiah560 triliun setara.

🏦 Tanggapan Institusi Besar

  • IMF menilai tren ini “sehat” untuk menciptakan sistem moneter multipolar, tapi memperingatkan risiko fragmentasi pasar jika standar pelaporan dan transparansi berbeda-beda.

  • ECB melihat peluang meningkatnya permintaan obligasi Eropa, namun menekankan pentingnya menjaga defisit fiskal agar tetap di bawah 3 % PDB.

  • Kementerian Keuangan AS berjanji “mempertahankan integritas pasar Treasury”, mempertimbangkan opsi penerbitan obligasi ultra-long-term 50 tahun untuk menarik investor konservatif.

🇮🇩 Apa Artinya bagi Indonesia?

  1. Stabilitas Rupiah
    Dengan menambah emas dan memperluas swap yuan, fluktuasi rupiah terhadap dolar dapat ditekan—terutama saat Fed menaikkan suku bunga.

  2. Biaya Utang Pemerintah
    Jika permintaan global atas surat utang dolar menurun, yield global naik. Surat utang rupiah (SUN) mungkin terlihat lebih atraktif, tapi pemerintah perlu disiplin fiskal agar imbal hasil tidak melonjak.

  3. Diversifikasi Pembayaran
    Koridor rupiah-yuan bisa mempermudah pembayaran perdagangan dengan China—mitra dagang terbesar Indonesia—mengurangi kebutuhan konversi ganda via dolar.

📌 Kesimpulan: Menuju Dunia Multi-Mata Uang

Peralihan cadangan devisa dari dolar ke emas, euro, dan yuan menandakan babak baru sistem keuangan global. Dolar memang belum tumbang, namun status “mata uang tunggal” perlahan bergeser ke model portofolio multi-mata-uang.

Bagi bank sentral, kunci sukses ada pada disiplin transparansi dan manajemen risiko agar diversifikasi membawa stabilitas, bukan turbulensi. Bagi pelaku pasar, era ini menuntut strategi lindung nilai yang lebih kreatif—tak cukup lagi berpaku pada patokan dolar.

Dan bagi Indonesia, kesempatan sekaligus tantangan terbuka lebar: memanfaatkan momentum diversifikasi untuk memperkuat fondasi rupiah, sambil menjaga kredibilitas kebijakan fiskal-moneter di mata investor global.

Berita Lainnya