Bybit Kehilangan Rp22,8 Triliun Akibat Peretasan: 28% Dana Masih Belum Terlacak

Platform crypto asal Singapura, Bybit, menjadi korban peretasan senilai Rp22,8 triliun. Hingga kini, 28% dari total dana yang dicuri masih belum terlacak, memicu kekhawatiran serius tentang keamanan bursa crypto global.

CRYPTOEXCHANGE

4/21/20253 min read

Bybit Kehilangan Rp22,8 Triliun Akibat Peretasan - 28% Dana Masih Belum Terlacak  - NuntiaNews
Bybit Kehilangan Rp22,8 Triliun Akibat Peretasan - 28% Dana Masih Belum Terlacak  - NuntiaNews

Bybit Kehilangan Rp22,8 Triliun Akibat Peretasan: 28% Dana Masih Belum Terlacak

Pada 21 April 2025, dunia crypto kembali diguncang oleh kabar mengejutkan dari bursa terkenal Bybit. Platform perdagangan crypto yang berbasis di Singapura ini mengonfirmasi bahwa mereka kehilangan dana sekitar Rp22,8 triliun akibat peretasan besar-besaran yang terjadi pada Februari 2025. Hingga saat ini, 28% dari total aset yang dicuri masih belum terlacak.

Insiden Besar yang Guncang Industri

Peretasan ini menjadi salah satu kasus terbesar sepanjang sejarah crypto, sejajar dengan insiden seperti Mt. Gox dan Coincheck di masa lalu. Menurut laporan dari Invezz, serangan siber tersebut dilakukan dengan sangat terorganisir dan melibatkan serangkaian eksploitasi terhadap celah keamanan di backend sistem Bybit. Meski detail teknis belum seluruhnya diungkap ke publik, sumber internal menyebutkan bahwa peretasan ini diduga kuat dilakukan oleh kelompok hacker Lazarus dari Korea Utara.

Baca juga Balance (EPT) Resmi Terdaftar di Binance Alpha dan Futures, Hadirkan Airdrop dan Leverage Menarik

Hacker berhasil mengakses dompet panas (hot wallet) yang digunakan untuk menyimpan aset likuid, dan dalam hitungan menit memindahkan miliaran rupiah ke sejumlah alamat yang kini dalam pantauan berbagai firma forensik blockchain.

28% Dana “Hilang dalam Kegelapan”

Dalam laporan resmi terbaru, CEO Bybit mengungkapkan bahwa sekitar 28% dari total dana yang dicuri atau setara dengan Rp6,38 triliun, masih belum dapat dilacak. Hal ini menandakan bahwa para peretas telah menggunakan teknik pencucian digital tingkat tinggi untuk menyamarkan jejak dana curian.

Mereka diduga memanfaatkan mixer crypto, platform DeFi lintas rantai, dan metode swap yang rumit untuk mengaburkan asal-usul aset. Investigasi saat ini masih berlangsung dan melibatkan kolaborasi antara beberapa otoritas internasional, termasuk Interpol dan berbagai firma keamanan siber global.

Baca juga OpenAI Jajaki Integrasi Blockchain untuk Tingkatkan Transparansi dan Keamanan ChatGPT

Program Bounty dan Kerja Sama Komunitas

Dalam upaya memulihkan dana dan mempercepat investigasi, Bybit telah meluncurkan program bounty dengan total imbalan mencapai Rp37 miliar untuk siapa saja yang memberikan informasi yang mengarah pada pemulihan aset atau identifikasi pelaku.

Sejumlah analis memuji langkah ini sebagai bentuk transparansi dan upaya nyata untuk melibatkan komunitas global dalam penyelesaian masalah. Namun, beberapa pengamat tetap khawatir bahwa ketergantungan terhadap “crowdsourcing investigasi” mencerminkan lemahnya sistem pengamanan internal dari bursa tersebut.

Baca juga Kenapa Crypto Tidak Bisa Dipalsukan? Ini Alasannya!

Dampak bagi Pengguna dan Reputasi Bybit

Meskipun tidak semua dana pengguna terdampak secara langsung, kepercayaan terhadap Bybit mengalami tekanan hebat. Platform tersebut telah menghentikan sementara layanan penarikan dan memperketat verifikasi KYC serta pengawasan terhadap dompet pihak ketiga.

Bybit juga telah membentuk tim investigasi internal khusus dan menyewa konsultan keamanan dari Chainalysis dan PeckShield untuk mendukung proses forensik digital. Mereka menjanjikan akan mengembalikan dana pengguna secara bertahap dengan menggunakan cadangan perusahaan dan asuransi internal.

Namun demikian, banyak pengguna mulai mempertimbangkan untuk memindahkan aset mereka ke platform yang dianggap lebih aman atau ke dompet pribadi yang tidak tersambung ke internet (cold wallet).

Baca juga Apa Itu DeFi? Dan Kenapa Bisa Mengubah Sistem Keuangan Global?

Regulasi dan Tuntutan Transparansi

Insiden ini kembali memicu perdebatan seputar regulasi industri crypto, terutama soal standar keamanan yang wajib diterapkan oleh bursa. Beberapa regulator di Asia dan Eropa telah menyerukan audit keamanan rutin dan sertifikasi independen bagi platform crypto besar.

Bybit, meskipun belum tunduk langsung pada banyak regulasi ketat karena berbasis di kawasan dengan kebijakan ramah crypto, kini berada dalam tekanan untuk memperkuat transparansi dan melakukan pembenahan menyeluruh.

Baca juga 5 Negara Paling Aktif dalam Regulasi Crypto 2025: Sorotan Global

Pelajaran untuk Industri Crypto

Kejadian ini menjadi pengingat keras bahwa meskipun teknologi blockchain dikenal aman, titik lemah sering kali berada di sisi pengelolaan manusia dan sistem centralized. Bursa crypto yang cepat tumbuh sering kali terlena dan kurang memprioritaskan infrastruktur keamanan kelas dunia.

Dalam jangka panjang, industri ini mungkin akan bergerak ke arah yang lebih terdesentralisasi, di mana pengguna memiliki kontrol penuh atas aset mereka melalui sistem non-custodial dan perangkat keras penyimpanan pribadi.

Baca juga Stablecoin vs CBDC: Persaingan Menentukan Masa Depan Uang Digital

Kesimpulan

Peretasan terhadap Bybit senilai Rp22,8 triliun bukan hanya menjadi peringatan keras bagi satu perusahaan, tapi juga bagi seluruh industri crypto. Dengan 28% dana yang belum terlacak, tantangan teknis dan hukum yang dihadapi tidak main-main.

Sementara investigasi berjalan, pelajaran penting bagi semua pelaku industri adalah pentingnya sistem keamanan yang kuat, audit rutin, dan keterlibatan komunitas dalam menjaga integritas ekosistem.

Apakah ini akan menjadi titik balik bagi Bybit atau awal dari kemerosotan reputasi? Hanya waktu yang akan menjawab. Yang jelas, pengguna kini dituntut untuk lebih bijak dan kritis dalam memilih platform crypto tempat mereka menyimpan aset digital mereka.

Baca juga Cara Kerja Bitcoin: Mengungkap Rahasia Uang Digital

Berita Lainnya