Sepak Bola | MAKRO EKONOMI | TEKNOLOGI | AI dan robot | Crypto | EDUKASI
China Serukan Diplomasi Global, Tolak Campur Tangan Militer dalam Konflik Israel–Iran
Di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran, China mengambil sikap tegas dengan menyerukan penyelesaian damai melalui jalur diplomatik. Beijing menolak keterlibatan militer langsung dan mendesak negara-negara besar untuk menahan diri, demi stabilitas kawasan dan ekonomi global.
MAKRO EKONOMIMILITER
6/21/20253 min read


Beijing, 21 Juni 2025 – Ketegangan di Timur Tengah kembali menyita perhatian dunia setelah konflik antara Israel dan Iran semakin memanas. Namun, berbeda dengan respons keras dari negara-negara Barat, China justru mengambil posisi unik: menyerukan penyelesaian damai dan menolak campur tangan militer langsung.
Sikap ini dinyatakan langsung oleh Presiden Xi Jinping, yang dalam pertemuan diplomatik tingkat tinggi bersama Sekjen PBB dan perwakilan Liga Arab, menegaskan bahwa "dunia tidak akan damai jika kawasan Timur Tengah terus dibiarkan terbakar oleh ambisi dan agresi militer."
Diplomasi, Bukan Amunisi
Dalam pidatonya, Xi menegaskan bahwa China tidak akan mendukung atau berpartisipasi dalam operasi militer di kawasan tersebut, dan sebagai gantinya menawarkan peran sebagai mediator damai antara Israel, Iran, dan negara-negara terkait.
“China mengedepankan diplomasi aktif dan multilateralisme. Jalan keluar dari krisis bukan dengan menambah kapal perang atau drone tempur, tetapi dengan menambah meja perundingan,” kata Xi di Beijing.
China juga mengundang perwakilan dari Iran dan Israel untuk menghadiri Konferensi Perdamaian Timur Tengah yang rencananya digelar awal Juli 2025 di Shanghai. Konferensi ini akan melibatkan mediator dari Uni Eropa, Afrika Utara, dan negara-negara ASEAN.
Stabilitas Minyak: Kepentingan Strategis China
Bukan rahasia lagi bahwa China memiliki kepentingan ekonomi besar di kawasan Teluk. Lebih dari 40% pasokan minyak mentah China berasal dari Timur Tengah, terutama dari Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Ketegangan geopolitik di kawasan itu bisa memicu lonjakan harga minyak global — yang tentu akan berdampak langsung pada stabilitas ekonomi domestik China.
Sejak awal Juni 2025, Beijing telah memerintahkan Badan Energi Nasional (NEA) untuk meningkatkan cadangan strategis minyak nasional. Perusahaan minyak negara seperti Sinopec dan CNPC juga diarahkan untuk memajukan pembelian dan memperluas kontrak pasokan dengan negara non-konflik seperti Venezuela dan Angola.
Langkah ini menandakan bahwa China siap menghadapi skenario terburuk, namun tetap berharap eskalasi bisa diredam.
Menghindari Polarisasi Global
Sikap China yang tegas menolak campur tangan militer juga diyakini sebagai bagian dari strategi diplomatik jangka panjang untuk menjaga posisi netral dalam peta geopolitik global.
Di saat Amerika Serikat dan beberapa negara NATO bersikap terbuka terhadap kemungkinan keterlibatan militer dalam mendukung Israel, China justru menghindari konfrontasi langsung.
Menurut analis politik dari Tsinghua University, Dr. Liu Hongwei:
“China paham bahwa dunia sedang bergerak menuju multipolaritas. Mengambil posisi militer hanya akan menjerumuskan Beijing dalam konflik yang tidak produktif dan merusak reputasinya sebagai negara besar yang mendukung stabilitas global.”
Sebagai tambahan, langkah ini memperkuat citra China sebagai penyeimbang kekuatan Barat dan bisa meningkatkan kepercayaan dari negara-negara berkembang, terutama di kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika.
Respons Pasar: Lebih Stabil, Tapi Tetap Waspada
Langkah diplomatik China tampaknya berhasil menenangkan pasar energi dan komoditas, meski hanya sementara. Harga minyak Brent sempat kembali turun ke kisaran $76 per barel, setelah sempat melonjak mendekati $80.
Pasar saham Asia juga menunjukkan respons positif:
Indeks Shanghai Composite naik 1,2%
Hang Seng menguat 0,9%
Nilai yuan tetap stabil terhadap dolar AS
Namun, para analis memperingatkan bahwa pasar tetap sensitif terhadap perkembangan politik. Jika konflik meningkat atau AS memutuskan intervensi militer, maka gejolak harga energi dan arus modal global bisa menjadi tak terhindarkan.
Dampak Terhadap Indonesia
Sikap diplomatik China membawa beberapa potensi dampak terhadap Indonesia:
Harga Minyak Lebih Stabil
Upaya China meredam ketegangan membantu menurunkan tekanan pada harga minyak, yang dapat membantu APBN Indonesia menjaga subsidi energi tetap terkendali.Arus Dagang Tetap Lancar
Jika konflik bisa diredam, jalur perdagangan strategis melalui Laut Arab dan Selat Hormuz tetap aman, menjamin kelancaran ekspor-impor Indonesia ke Timur Tengah dan Asia Selatan.Meningkatkan Hubungan Diplomatik
Indonesia yang juga mendukung jalan diplomatik dapat memperkuat hubungan strategis dengan China, baik dalam bidang energi maupun investasi.
Suara Damai dari Timur
Di saat dunia terpecah dalam konflik dan perang opini, China memilih menjadi suara damai dari Timur. Dengan menyerukan diplomasi dan menolak keterlibatan militer langsung, Beijing sekali lagi menunjukkan perannya sebagai aktor global yang bertanggung jawab.
Meskipun skeptisisme tetap ada — terutama dari negara-negara Barat — langkah ini dipandang banyak negara sebagai penyeimbang yang dibutuhkan dalam lanskap geopolitik yang semakin berbahaya.
Kini dunia menanti: apakah suara diplomasi cukup keras untuk meredam letusan konflik di Timur Tengah? Atau apakah suara bom dan misil akan tetap menguasai panggung dunia?
Berita Lainnya
NuntiaNews
Informasi terbaru tentang Teknologi terbaru seperti AI, Crypto dan Robot, Makro Ekonomi serta Edukasi
HALAMAN
Analisis
© 2025 NuntiaNews. All rights reserved.