Sepak Bola | MAKRO EKONOMI | TEKNOLOGI | AI dan robot | Crypto | EDUKASI
Harga Minyak Melonjak akibat Serangan Udara Israel ke Iran
Serangan udara Israel terhadap fasilitas militer Iran memicu lonjakan harga minyak dunia, meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap gangguan pasokan global dan eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah.
MAKRO EKONOMIMILITER
6/14/20252 min read


Harga minyak global melonjak tajam pada hari Kamis setelah laporan serangan udara Israel terhadap beberapa fasilitas militer dan nuklir di Iran memicu ketegangan geopolitik yang tajam di kawasan Teluk. Ketakutan akan gangguan pasokan energi melalui Selat Hormuz—jalur pelayaran vital untuk ekspor minyak dunia—menjadi pendorong utama kenaikan harga minyak mentah jenis Brent dan WTI.
Harga minyak mentah Brent ditutup naik 3,7% ke level Rp1.292.000 per barel (sekitar US$78,50), sementara minyak WTI menguat hingga Rp1.277.000 per barel. Ini adalah kenaikan harian tertinggi sejak awal April dan menandakan sensitivitas pasar terhadap gejolak Timur Tengah, yang kembali memanas.
“Setiap gangguan di Selat Hormuz bisa mempengaruhi lebih dari 20% pasokan minyak dunia. Lonjakan ini bukan hanya respons emosional pasar, tapi mencerminkan risiko fundamental yang sangat nyata,” ujar Rob Thummel, analis energi senior dari Tortoise Capital Advisors, dikutip oleh Reuters.
Latar Belakang Konflik
Menurut laporan dari Kementerian Pertahanan Iran dan media internasional, Israel melakukan serangan udara terarah terhadap beberapa kompleks militer dan kemungkinan situs pengayaan uranium yang diklaim menjadi bagian dari program senjata nuklir Iran. Serangan itu terjadi beberapa hari setelah adanya insiden rudal di Golan Heights yang diyakini berasal dari kelompok pro-Iran di Lebanon.
Pemerintah Israel belum memberikan konfirmasi resmi, namun Perdana Menteri Israel menyatakan bahwa negaranya “berhak mengambil tindakan pencegahan terhadap ancaman eksistensial.”
Iran, di sisi lain, mengutuk keras serangan tersebut dan mengancam akan membalas secara strategis jika serangan berlanjut. Keadaan ini memperkuat kekhawatiran akan perang terbuka antara dua kekuatan regional tersebut, yang bisa mengganggu kestabilan harga energi global.
Dampak Terhadap Pasar Global
Tidak hanya minyak, sejumlah aset keuangan mengalami tekanan:
Indeks saham Wall Street turun tajam, dengan Dow Jones melemah 0,8% dan Nasdaq kehilangan lebih dari 1,2%.
Harga emas naik ke Rp1.202.000 per ons troi, mencerminkan larinya investor ke aset safe haven.
Rupiah terhadap dolar sempat melemah sebelum kembali stabil di kisaran Rp15.300 per USD.
Obligasi pemerintah AS mengalami penguatan, menunjukkan pergeseran dana ke aset defensif.
“Pasar kini memposisikan diri dalam mode perlindungan risiko. Ketegangan geopolitik menjadi variabel dominan dalam beberapa hari ke depan,” kata Chris Weston, Kepala Riset Pepperstone Group.
Efek ke Konsumen dan Indonesia
Kenaikan harga minyak dunia secara langsung berpotensi menekan anggaran subsidi energi dalam negeri. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian ESDM, menyatakan akan terus memantau perkembangan dan melakukan evaluasi berkala terhadap harga BBM bersubsidi dan non-subsidi.
Sementara itu, pelaku usaha logistik dan industri berbasis bahan bakar minyak juga mulai mengantisipasi lonjakan biaya operasional.
“Jika harga minyak terus berada di atas Rp1,200.000 per barel selama lebih dari seminggu, maka kami akan mempertimbangkan kenaikan tarif logistik,” ujar Irfan, Direktur Operasional salah satu perusahaan transportasi besar di Jakarta.
Prediksi ke Depan dan Analisis
Pasar minyak diperkirakan akan tetap volatil dalam jangka pendek. Para analis memperingatkan bahwa jika konflik meningkat atau mengarah ke gangguan fisik di Selat Hormuz, harga minyak bisa mencapai Rp1.450.000 per barel atau lebih tinggi.
Namun, OPEC dan negara-negara penghasil minyak lainnya termasuk Rusia disebut sedang mengamati situasi dan siap menstabilkan pasokan global jika diperlukan.
Sebagian analis juga menyebut bahwa respons dari China sebagai konsumen minyak terbesar dunia akan menjadi penting. Jika China menahan impor atau merespons secara diplomatik terhadap konflik, itu bisa menambah lapisan ketidakpastian di pasar.
Kesimpulan
Krisis energi kembali ke panggung utama dunia. Serangan udara Israel terhadap Iran bukan hanya masalah politik regional, tapi juga menimbulkan efek domino pada ekonomi global yang masih rapuh akibat inflasi dan ketidakpastian pasca pandemi. Dengan harga minyak melonjak tajam dan risiko geopolitik memanas, investor, pembuat kebijakan, dan konsumen harus bersiap menghadapi kemungkinan guncangan lebih besar dalam waktu dekat.
Berita Lainnya
NuntiaNews
Informasi terbaru tentang Teknologi terbaru seperti AI, Crypto dan Robot, Makro Ekonomi serta Edukasi
HALAMAN
Analisis
© 2025 NuntiaNews. All rights reserved.