Indonesia dan China Perkuat Kerja Sama Ekonomi Strategis

Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Perdana Menteri China Li Qiang menandatangani sejumlah kesepakatan ekonomi strategis di Jakarta, termasuk kerja sama industri, perdagangan, dan sistem pembayaran bilateral. Kemitraan ini menjadi langkah penting untuk memperkuat fondasi ekonomi Indonesia di tengah ketegangan geopolitik dan tren perlambatan global.

MAKRO EKONOMI

5/26/20253 min read

Indonesia dan China Perkuat Kerja Sama Ekonomi Strategis di Tengah Ketidakpastian Global | NuntiaNews
Indonesia dan China Perkuat Kerja Sama Ekonomi Strategis di Tengah Ketidakpastian Global | NuntiaNews

Jakarta, 27 Mei 2025 — Dalam kunjungan kenegaraan yang sarat makna strategis, Perdana Menteri China Li Qiang disambut hangat oleh Presiden Indonesia Prabowo Subianto di Jakarta pada Senin, 26 Mei 2025. Pertemuan ini menandai babak baru dalam hubungan bilateral kedua negara yang kian erat, terutama di bidang ekonomi dan perdagangan.

Dalam kesempatan tersebut, kedua pemimpin menandatangani sejumlah nota kesepahaman (MoU) yang mencakup sektor industri strategis, perdagangan digital, dan sistem pembayaran berbasis mata uang lokal (LCS – Local Currency Settlement). Hal ini memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra utama China di kawasan Asia Tenggara dan menandakan komitmen kedua negara untuk membangun kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan di tengah ketidakpastian global.

China adalah mitra dagang utama Indonesia. Kerja sama ini akan membuka peluang baru bagi kedua negara dalam menghadapi tantangan rantai pasok global, memperluas akses pasar, serta memperkuat stabilitas ekonomi regional,” kata Presiden Prabowo dalam pernyataan resminya di Istana Negara.

Fokus Kerja Sama Dari Industri hingga Teknologi

Beberapa poin penting dari kerja sama strategis ini antara lain:

  • Kerja sama industri strategis, termasuk hilirisasi mineral dan pengembangan kendaraan listrik (EV).

  • Investasi di sektor energi, terutama energi baru terbarukan (EBT) dan transisi menuju ekonomi hijau.

  • Perluasan proyek Belt and Road Initiative (BRI) di Indonesia, termasuk penyelesaian jalur kereta cepat dan proyek pelabuhan di kawasan timur Indonesia.

  • Penguatan kerja sama digital, termasuk pengembangan kecerdasan buatan, e-commerce, dan keamanan siber.

  • Implementasi Local Currency Settlement (LCS) untuk memfasilitasi perdagangan bilateral tanpa menggunakan dolar AS.

Implikasi Ekonomi dan Potensi Pasar

Data terakhir menunjukkan bahwa China masih menjadi mitra dagang terbesar Indonesia, dengan total nilai perdagangan mencapai lebih dari US$130 miliar pada 2024. Ekspor utama Indonesia ke China meliputi nikel, batu bara, minyak sawit mentah (CPO), dan produk hasil tambang lainnya.

Kerja sama ini diharapkan mendorong peningkatan nilai perdagangan hingga US$150 miliar pada 2026, sekaligus memperluas peluang ekspor Indonesia dalam rantai nilai global. Pemerintah menargetkan peningkatan ekspor produk manufaktur bernilai tambah sebagai bagian dari agenda hilirisasi nasional.

“Dengan kerja sama ini, Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tapi juga akan masuk lebih dalam ke proses manufaktur dan teknologi,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pernyataan terpisah.

Ketegangan AS–China dan Strategi Diversifikasi

Pertemuan ini juga mencerminkan sikap strategis Indonesia dalam menjaga keseimbangan hubungan diplomatik dan ekonomi di tengah memanasnya hubungan antara Amerika Serikat dan China.

Dengan meningkatnya hambatan perdagangan antara kedua raksasa ekonomi dunia, Indonesia berperan sebagai mitra netral dan jembatan antara kekuatan global, sambil tetap memperkuat daya saing nasional dan daya tarik investasi.

Pengamat ekonomi internasional dari HSBC Asia, Aria Wirawan, menyatakan bahwa pendekatan Indonesia ini dinilai cerdas dan adaptif.

“Indonesia berhasil menjaga hubungan baik dengan semua pihak sambil memanfaatkan peluang dari pergeseran rantai pasok global yang saat ini mencari lokasi-lokasi baru di Asia Tenggara,” jelasnya.

Proyek Nyata di Lapangan

Kerja sama ini bukan hanya seremonial. Dalam beberapa bulan ke depan, sejumlah proyek konkret akan dimulai:

  • Pabrik baterai kendaraan listrik di Sulawesi Tenggara hasil kerja sama antara perusahaan China dan BUMN Indonesia.

  • Investasi baru China senilai US$1,2 miliar di sektor infrastruktur digital di Batam dan Kalimantan.

  • Ekspansi zona industri Morowali dan Weda Bay untuk pengolahan nikel terintegrasi.

Selain itu, proyek kereta cepat Jakarta–Bandung juga mendapat perhatian khusus. Pemerintah menyatakan bahwa teknologi dan pengalaman dari proyek ini akan digunakan untuk pengembangan jalur cepat baru menuju Surabaya dalam dua tahun mendatang.

Kritik dan Harapan

Meski kerja sama ini disambut baik, beberapa pihak tetap mengingatkan perlunya pengawasan ketat terhadap aspek lingkungan, transfer teknologi, dan keseimbangan tenaga kerja lokal-asing.

Lembaga swadaya masyarakat seperti WALHI dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar semua proyek besar di bawah kemitraan ini dijalankan dengan prinsip tata kelola yang transparan dan partisipatif.

Pemerintah menyatakan komitmennya untuk menjalankan kerja sama ini dengan prinsip keberlanjutan dan kepentingan nasional di atas segalanya.

Penutup

Pertemuan tingkat tinggi antara Indonesia dan China kali ini bukan sekadar simbol persahabatan dua negara besar Asia, tetapi juga tonggak penting dalam pembentukan poros ekonomi Asia yang lebih inklusif dan tangguh.

Dengan implementasi kerja sama yang tepat sasaran, transparan, dan berorientasi masa depan, Indonesia berpeluang besar menjadi motor pertumbuhan kawasan Asia Tenggara, sekaligus memastikan transformasi ekonomi yang lebih hijau, digital, dan berdaya saing global.

Sumber Berita:

The Jakarta Post – “Indonesia, China sign deals on industry, trade, local currency payments” (26 Mei 2025)
Inquirer – “Indonesian president and Chinese premier meet to discuss expanding trade during US trade war”

Berita Lainnya