Sepak Bola | MAKRO EKONOMI | TEKNOLOGI | AI dan robot | Crypto | EDUKASI
Investor Takut Jika AS Terlibat dalam Konflik Israel dan Iran, Pasar Global Siaga Total
Ketegangan antara Israel dan Iran yang terus meningkat membuat investor global cemas. Kekhawatiran terbesar: jika Amerika Serikat terlibat langsung dalam konflik tersebut, gejolak pasar global bisa makin parah. Harga minyak melonjak, aset safe-haven diburu, dan investor mulai menarik diri dari saham serta aset berisiko. Dunia keuangan kini memasuki fase siaga penuh.
MAKRO EKONOMIINVESTASI
6/18/20253 min read


19 Juni 2025 – Dunia keuangan sedang menahan napas.
Ketegangan militer antara Israel dan Iran belum mereda, dan potensi keterlibatan Amerika Serikat semakin mencuat. Meski belum ada pernyataan resmi keterlibatan militer langsung dari Washington, berbagai sinyal dari Gedung Putih, Pentagon, dan Kongres AS mulai menunjukkan bahwa opsi tersebut tidak lagi dianggap mustahil.
Kondisi ini membuat investor global panik. Pasar keuangan yang sebelumnya sudah rapuh akibat ketidakpastian suku bunga dan kebijakan tarif kini harus menghadapi risiko geopolitik paling serius dalam dua dekade terakhir. Semua mata kini tertuju ke Timur Tengah dan Gedung Putih.
Apa yang Terjadi di Medan Konflik?
Setelah serangan udara Israel terhadap fasilitas militer dan nuklir Iran dua pekan lalu, Iran membalas dengan meluncurkan rudal balistik ke wilayah Israel. Bentrokan terbuka ini telah menyebabkan korban sipil dan kehancuran infrastruktur di kedua belah pihak.
Kini, laporan intelijen menyebut bahwa Iran memperkuat pertahanan di Selat Hormuz, jalur vital pengiriman minyak dunia. AS, melalui armada kelima Angkatan Laut-nya, telah mengirim kapal induk tambahan ke kawasan tersebut sebagai "langkah pencegahan".
Menteri Pertahanan AS dalam pernyataan terbarunya menyebut bahwa “semua opsi tetap terbuka” jika sekutu AS diserang lebih lanjut. Kalimat itu dianggap sebagai sinyal bahwa keterlibatan militer langsung bukan lagi spekulasi, tetapi opsi yang serius dipertimbangkan.
Reaksi Pasar: Panik dan Lari ke Safe-Haven
Respons pasar tidak menunggu lama. Begitu konflik memburuk dan AS mulai meningkatkan kehadiran militernya di kawasan, para investor langsung berbondong-bondong menjual aset berisiko.
Harga minyak mentah Brent melonjak ke $93 per barel, tertinggi sejak 2023.
Indeks saham global seperti S&P 500, DAX Jerman, dan FTSE 100 Inggris mengalami koreksi tajam dalam beberapa hari terakhir.
Emas naik ke $2.415 per ons, menunjukkan permintaan tinggi untuk aset pelindung nilai.
Dolar AS menguat, sementara mata uang negara berkembang seperti rupiah dan lira Turki melemah.
Mengapa AS Terlibat Bisa Jadi Titik Krisis Baru?
Jika Amerika Serikat terlibat secara langsung dalam konflik Israel–Iran, ada tiga alasan mengapa pasar akan terpukul lebih parah:
Disrupsi Energi Global
Selat Hormuz dilalui oleh lebih dari 20% pasokan minyak global. Jika AS ikut berperang, maka risiko gangguan pasokan akan melonjak tajam. Harga minyak bisa menembus $100 per barel, bahkan lebih tinggi, yang dapat memicu inflasi global baru.Lonjakan Anggaran Militer dan Defisit AS
Keterlibatan militer AS berarti pengeluaran fiskal baru. Di tengah kondisi ekonomi yang masih dalam fase pemulihan, ini bisa membuat defisit anggaran AS melebar. Investor khawatir akan dampaknya pada nilai dolar dan obligasi negara.Krisis Kepercayaan terhadap Stabilitas Global
Keterlibatan AS berpotensi menarik negara besar lainnya, termasuk sekutu Iran dan China, ke dalam krisis regional. Ketidakpastian politik global akan meningkat, membuat investor enggan mengambil risiko di pasar modal.
Komentar Para Ekonom dan Analis
Analis geopolitik dari ING Global Market menyebutkan:
“Jika AS ikut terlibat, pasar tidak hanya akan menghadapi guncangan energi, tetapi juga ketakutan bahwa konflik ini bisa menjadi konflik regional atau bahkan global. Ini adalah mimpi buruk untuk pasar keuangan.”
Sementara itu, lembaga riset Goldman Sachs memperkirakan bahwa jika konflik berlangsung lebih dari satu bulan, pertumbuhan ekonomi global bisa terpangkas hingga 0,7% dalam 6 bulan ke depan, terutama karena tekanan energi dan gangguan rantai pasok.
Dampak ke Indonesia dan Negara Berkembang
Indonesia dan pasar negara berkembang lainnya juga tidak kebal. Beberapa risiko yang harus diwaspadai:
Rupiah Melemah: Investor asing menarik dana dari pasar obligasi dan saham domestik, menekan kurs rupiah. Bank Indonesia harus menjaga stabilitas dengan intervensi pasar.
Subsidi Energi: Lonjakan harga minyak akan menambah beban subsidi BBM dan LPG. Ini berpotensi membuat APBN defisit lebih besar.
Inflasi dan Daya Beli: Harga pangan dan energi bisa meningkat, menggerus daya beli masyarakat jika tidak ditangani dengan cepat.
Apa yang Bisa Dilakukan Investor Saat Ini?
Dalam kondisi seperti ini, pendekatan defensif adalah kunci. Beberapa strategi yang bisa dipertimbangkan:
Diversifikasi Aset: Hindari eksposur terlalu besar di pasar saham. Pertimbangkan aset komoditas seperti emas atau reksa dana pasar uang.
Pantau Perkembangan Geopolitik: Fokus pada berita resmi dari Pentagon, Gedung Putih, dan PBB.
Hindari Panic Selling: Gejolak ini bisa bersifat sementara. Menjaga portofolio tetap seimbang dan menunggu kepastian bisa lebih baik daripada menjual di saat panik.
Dunia Keuangan di Titik Siaga
Konflik Israel–Iran sudah cukup membuat pasar global terguncang. Tapi potensi keterlibatan Amerika Serikat bisa menjadi babak baru yang jauh lebih serius. Investor global kini bergerak cepat, mencari perlindungan di tengah ketidakpastian yang kian pekat.
Bagi negara-negara berkembang, kesiapsiagaan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Pemerintah dan bank sentral perlu segera mengantisipasi risiko fiskal dan moneter. Dan bagi masyarakat, saatnya bijak dalam mengelola keuangan pribadi — karena badai bisa datang lebih cepat dari dugaan.
Berita Lainnya
NuntiaNews
Informasi terbaru tentang Teknologi terbaru seperti AI, Crypto dan Robot, Makro Ekonomi serta Edukasi
HALAMAN
Analisis
© 2025 NuntiaNews. All rights reserved.