Ketidakpastian Tarif Global Tekan Sentimen Bisnis Internasional

Ketidakpastian seputar tarif perdagangan global kembali membayangi pelaku bisnis internasional. Kenaikan biaya impor, ancaman balasan tarif antarnegara, serta gejolak geopolitik menyebabkan penurunan sentimen dunia usaha dan berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi global.

MAKRO EKONOMIBISNIS

6/1/20253 min read

Ketidakpastian Tarif Global Tekan Sentimen Bisnis Internasional | NuntiaNews
Ketidakpastian Tarif Global Tekan Sentimen Bisnis Internasional | NuntiaNews

Kondisi Global Memanas: Dunia Usaha dalam Kecemasan

Dunia tengah kembali berhadapan dengan ketegangan perdagangan yang meningkat, kali ini dipicu oleh langkah proteksionis dari sejumlah negara besar seperti Amerika Serikat dan China. Ketidakpastian tarif—yakni kebijakan pajak impor dan ekspor yang belum jelas arah dan besarannya—mulai membebani kepercayaan pelaku bisnis global, dari produsen manufaktur hingga investor ritel. Dalam laporan terbaru yang dirilis oleh Rothschild & Co, perusahaan manajemen investasi global, dijelaskan bahwa sentimen bisnis dunia mulai menunjukkan tren menurun tajam pada kuartal kedua tahun 2025.

Dari sektor industri hingga perdagangan barang, ketidakpastian tarif menjadi momok utama. Banyak perusahaan besar menunda ekspansi, mengerem perekrutan tenaga kerja baru, bahkan merevisi ulang strategi pasar luar negeri. Ketidakpastian ini memperparah efek dari ketegangan geopolitik yang sudah memanas akibat perang dagang baru antara AS dan China, serta konflik regional yang tak kunjung reda di Eropa Timur dan Timur Tengah.

PMI Global Turun, Aktivitas Ekonomi Terhambat

Salah satu indikator utama yang menunjukkan pelemahan sentimen bisnis adalah Purchasing Managers’ Index (PMI), yang pada Mei 2025 mencatat penurunan signifikan. PMI global untuk sektor manufaktur turun ke angka 48,3, di bawah ambang batas ekspansi (50), menandakan kontraksi kegiatan industri secara luas. Aktivitas produksi melambat, permintaan internasional menurun, dan rantai pasok global kembali terganggu.

Sementara itu, sektor jasa yang sebelumnya menjadi tumpuan pemulihan pascapandemi juga mulai menunjukkan sinyal kehati-hatian. Perusahaan-perusahaan jasa profesional, teknologi, dan logistik internasional mencatat bahwa klien mereka cenderung menunda keputusan belanja besar. Ini memperkuat kekhawatiran bahwa ketidakpastian tarif dapat menjadi beban struktural bagi pertumbuhan ekonomi global selama sisa tahun ini.

Dampak ke Pasar Berkembang dan Asia Tenggara

Ketidakpastian tarif tidak hanya mengguncang pasar maju, tetapi juga memberikan efek domino terhadap negara-negara berkembang. Kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mengalami tekanan tambahan dalam perdagangan ekspor. Banyak eksportir menghadapi peningkatan biaya logistik dan ketidakpastian kontrak dengan mitra asing.

Bagi negara seperti Indonesia, di mana manufaktur dan perdagangan memainkan peran vital dalam PDB, perubahan tarif global dapat berujung pada penurunan pesanan ekspor, lonjakan harga bahan baku impor, dan pelemahan nilai tukar. Hal ini juga berpotensi menggerus daya saing produk lokal di pasar global.

Investor Beralih ke Aset Aman

Dalam kondisi penuh ketidakpastian, para investor global pun menunjukkan kecenderungan untuk menjauh dari aset berisiko seperti saham dan obligasi korporasi, dan mulai mengalihkan dananya ke aset aman seperti emas, surat utang negara, dan bahkan kripto seperti Bitcoin.

Harga emas naik sekitar 3% pada akhir Mei 2025, sementara indeks-indeks saham utama seperti S&P 500 dan Nikkei 225 mencatat pelemahan mingguan. Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga mengalami fluktuasi tajam, mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap arus modal keluar dari negara berkembang.

Ketegangan AS-China Picu Efek Global

Sumber utama dari ketidakpastian tarif saat ini adalah Amerika Serikat yang kembali memberlakukan tarif baru terhadap barang-barang dari China dan sejumlah mitra dagang lainnya. Presiden AS mengklaim bahwa langkah ini bertujuan untuk “melindungi industri dalam negeri,” namun negara-negara mitra, terutama China, segera mengancam akan membalas dengan tarif tandingan. Potensi eskalasi ini membangkitkan kembali bayangan perang dagang seperti yang terjadi pada 2018–2019.

China, sebagai pusat manufaktur dunia, menyatakan bahwa tindakan AS akan merusak stabilitas pasar global. Beijing bahkan telah mengisyaratkan akan meningkatkan bea masuk pada produk-produk teknologi dan pertanian asal AS. Langkah ini dapat menambah beban inflasi global dan memperlambat rantai pasok, yang sebelumnya mulai pulih pascapandemi.

Harapan dari Diplomasi Ekonomi dan Forum Global

Meski ketegangan meningkat, sebagian pihak berharap forum ekonomi global seperti G20 dan Forum Ekonomi Dunia dapat menjadi jalur untuk meredakan konflik tarif. Negara-negara anggota didesak untuk kembali kepada pendekatan multilateral dan menjauh dari proteksionisme yang berlebihan. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) juga mengingatkan bahwa tindakan balas-membalas dalam tarif hanya akan menciptakan kerugian bersama (lose-lose) dan merusak sistem perdagangan global yang sudah rapuh.

Kesimpulan: Dunia Usaha Menunggu Kepastian

Dalam lanskap ekonomi global yang semakin tidak pasti, pelaku bisnis menantikan langkah tegas dari pemerintah dan lembaga multilateral untuk memulihkan kepercayaan pasar. Selama ketidakpastian tarif ini belum mereda, pelaku usaha global akan tetap bersikap defensif—dan ini bukan pertanda baik bagi pemulihan ekonomi dunia.

Pemangku kepentingan di seluruh dunia kini ditantang untuk menjaga keterbukaan perdagangan, menstabilkan pasar, dan melindungi jutaan tenaga kerja yang bergantung pada sistem perdagangan internasional yang sehat.

Berita Lainnya