Kurikulum AI Diperkenalkan di Indonesia di Tengah Kesenjangan Digital

Pemerintah Indonesia secara resmi memperkenalkan kurikulum kecerdasan buatan (AI) di sekolah-sekolah, sebagai langkah untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi era digital. Namun, tantangan besar tetap ada: kesenjangan digital yang masih lebar antara daerah urban dan pedesaan.

AIPENDIDIKAN

5/31/20253 min read

Kurikulum AI Diperkenalkan di Indonesia di Tengah Kesenjangan Digital | NuntiaNews
Kurikulum AI Diperkenalkan di Indonesia di Tengah Kesenjangan Digital | NuntiaNews

Langkah Ambisius Menuju Masa Depan Digital


Pada akhir Mei 2025, pemerintah Indonesia mengumumkan peluncuran kurikulum AI nasional yang mulai diterapkan secara bertahap di sekolah-sekolah menengah pertama dan atas. Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk mendorong transformasi digital dan membekali generasi muda dengan keterampilan abad ke-21, termasuk literasi teknologi dan pemahaman mendalam tentang kecerdasan buatan.

Dalam pernyataan resminya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan bahwa AI bukan lagi masa depan yang jauh, melainkan realitas yang harus dihadapi anak-anak Indonesia sejak dini. “Kami tidak bisa menunggu sampai mereka lulus universitas untuk belajar tentang AI. Mereka harus mulai sekarang, bahkan sejak bangku SMP,” ujar Nadiem dalam konferensi pers di Jakarta (30 Mei 2025).

Isi Kurikulum: Dari Dasar Hingga Etika AI


Kurikulum baru ini mencakup berbagai topik seperti pengenalan konsep AI, pembelajaran mesin (machine learning), pemrograman dasar menggunakan Python, penggunaan data besar (big data), hingga diskusi tentang etika penggunaan AI dan dampaknya terhadap masyarakat. Pelajar juga akan diajak untuk membuat proyek-proyek kecil berbasis AI, seperti chatbot sederhana, sistem rekomendasi konten, atau deteksi wajah menggunakan kamera.

Menariknya, kurikulum ini disusun melalui kolaborasi antara Kemendikbud, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan sejumlah perusahaan teknologi global seperti Google, NVIDIA, dan perusahaan rintisan lokal seperti Nodeflux dan Kata.ai

Kesenjangan Digital Masih Menghantui


Namun di balik optimisme tersebut, sejumlah tantangan serius membayangi, terutama kesenjangan digital yang masih besar di berbagai wilayah Indonesia. Menurut data BPS tahun 2024, lebih dari 30% sekolah di luar Pulau Jawa masih kekurangan infrastruktur dasar seperti jaringan internet stabil dan komputer.

Di daerah seperti Nusa Tenggara Timur, Papua, dan beberapa wilayah di Kalimantan, banyak guru belum familiar dengan teknologi digital, apalagi AI. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran bahwa kurikulum AI justru akan memperlebar jurang pendidikan antara kota besar dan daerah tertinggal.

“Kalau anak-anak di Jakarta bisa belajar coding dengan komputer dan akses internet cepat, bagaimana dengan murid kami yang bahkan belum pernah melihat laptop?” kata Diah Astuti, seorang guru SMP di daerah pedalaman Kalimantan Tengah.

Solusi Inklusif: Pelatihan Guru dan Mobile Lab AI


Menanggapi hal itu, pemerintah meluncurkan dua program pendukung utama. Pertama, pelatihan intensif bagi guru di seluruh Indonesia, yang akan diberikan secara daring dan luring mulai Juli 2025. Kedua, pengadaan Mobile Lab AI — truk pembelajaran keliling yang dilengkapi komputer, server mini, dan konektivitas satelit — untuk menjangkau sekolah-sekolah terpencil.

“Mobile Lab AI adalah bentuk nyata komitmen kami agar tidak ada daerah yang tertinggal dalam revolusi digital ini,” jelas Nadiem.

Selain itu, BUMN seperti Telkom dan PLN juga turut dilibatkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur teknologi dan jaringan di kawasan 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

Potensi Ekonomi dan Sosial


Langkah ini bukan hanya soal pendidikan, tetapi juga menyasar dampak ekonomi jangka panjang. Menurut laporan McKinsey 2023, AI berpotensi menambah nilai sebesar Rp3.500 triliun bagi perekonomian Indonesia hingga 2030 jika dimanfaatkan secara optimal. Kurikulum ini diharapkan menjadi fondasi bagi terbentuknya talenta AI lokal yang bisa bersaing secara global, mengurangi ketergantungan pada sumber daya asing.

“Indonesia tidak boleh hanya menjadi pengguna teknologi dari luar. Kita harus menjadi inovator, dan itu dimulai dari pendidikan,” ujar Andri Yadi, CEO Kata.ai, dalam diskusi panel AI Nasional.

Kritik dan Harapan


Meski mendapat banyak dukungan, kurikulum ini juga mengundang kritik dari sebagian pihak. Beberapa organisasi pendidikan menyebut kebijakan ini terlalu ambisius dan belum matang. Mereka menyoroti kesiapan guru, kurangnya uji coba kurikulum, serta beban tambahan bagi siswa yang sudah harus menghadapi pelajaran padat.

Namun, banyak juga yang melihatnya sebagai langkah berani dan progresif. “Lebih baik kita mulai dengan segala keterbatasan daripada menunggu semuanya sempurna. Anak-anak Indonesia layak mendapat pendidikan yang relevan dengan zamannya,” kata Retno Marsudi, pendiri organisasi nirlaba EduTech Nusantara.

Penutup: Melangkah ke Masa Depan


Kurikulum AI di Indonesia adalah tonggak penting dalam perjalanan transformasi digital nasional. Meskipun diwarnai tantangan dan kritik, langkah ini mencerminkan tekad pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam ekonomi berbasis teknologi. Dengan strategi yang inklusif dan kolaboratif, Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cakap digital, tapi juga etis dan inovatif.

Berita Lainnya