Mantan Insinyur Tesla dan Google Kembangkan Alat Deteksi Teks AI untuk Lawan Penyalahgunaan

Sekelompok mantan insinyur Tesla dan Google bergabung mengembangkan alat pendeteksi teks berbasis AI guna menghadapi tantangan penyalahgunaan teknologi generatif. Alat ini diklaim mampu membedakan dengan akurasi tinggi antara teks buatan manusia dan AI.

AIBISNISTEKNOLOGI

6/25/20252 min read

Mantan Insinyur Tesla dan Google Kembangkan Alat Deteksi Teks AI untuk Lawan Penyalahgunaan | NuntiaNews
Mantan Insinyur Tesla dan Google Kembangkan Alat Deteksi Teks AI untuk Lawan Penyalahgunaan | NuntiaNews

Dalam era di mana kecanggihan teknologi generatif terus berkembang, kekhawatiran terhadap penyalahgunaan AI dalam penyebaran informasi palsu atau manipulatif juga meningkat. Menanggapi tantangan ini, sekelompok mantan insinyur dari perusahaan teknologi raksasa Tesla dan Google resmi meluncurkan sebuah startup baru bernama Origin, yang mengembangkan alat pendeteksi teks AI canggih.

Diluncurkan pada awal Juni 2025, Origin bertujuan menyediakan solusi teknologi yang dapat mengidentifikasi teks yang dihasilkan oleh model AI seperti ChatGPT, Claude, Gemini, atau Llama. Teknologi ini dikembangkan dengan pendekatan kombinasi analisis linguistik dan deteksi pola distribusi token khas AI.

“Tujuan kami bukan untuk memusuhi perkembangan AI, tetapi memastikan ada akuntabilitas dalam penggunaannya,” kata James Liang, CEO Origin dan mantan arsitek perangkat lunak senior di Tesla.

Alat ini dirancang khusus untuk digunakan oleh institusi pendidikan, media, dan korporasi guna mendeteksi potensi penipuan, plagiarisme, atau manipulasi informasi. Dalam pengujian internal, Origin mampu mencapai akurasi deteksi hingga 96%, menjadikannya salah satu solusi paling presisi di pasar saat ini.

Kemitraan Strategis dan Pendanaan

Origin telah memperoleh pendanaan tahap awal sebesar Rp312 miliar (sekitar USD 20 juta) dari beberapa investor ventura ternama, termasuk Andreessen Horowitz dan Greylock Partners. Mereka juga dilaporkan tengah menjajaki kerja sama dengan pemerintah negara bagian California serta sejumlah universitas di Amerika Serikat.

“Kami melihat deteksi AI sebagai bagian penting dari ekosistem keamanan digital. Sama seperti perangkat antivirus untuk komputer, alat ini menjadi pelindung untuk ranah teks dan komunikasi,” jelas Amira Chen, CTO Origin dan mantan peneliti NLP di Google DeepMind.

Risiko dan Kontroversi

Namun, peluncuran Origin juga memantik perdebatan di kalangan pengembang open-source. Beberapa pakar khawatir deteksi AI dapat menimbulkan bias terhadap penulis non-native English atau menghambat kreativitas pelajar dan penulis konten. Menanggapi hal ini, tim Origin menegaskan bahwa alat mereka tidak dirancang untuk menghukum, tetapi untuk memperkuat transparansi.

Potensi Pasar dan Masa Depan

Dengan meningkatnya adopsi teknologi AI generatif, permintaan akan alat pendeteksi seperti Origin diperkirakan akan meningkat tajam. Pasar global untuk AI forensic tools diprediksi mencapai Rp150 triliun pada 2028, dan Origin siap menjadi pemain utama dalam sektor ini.

Beberapa universitas top dunia, termasuk Stanford dan MIT, telah menyatakan ketertarikan mereka untuk menguji coba Origin dalam skenario dunia nyata, khususnya untuk memerangi plagiarisme di lingkungan akademik.

Kesimpulan

Langkah mantan insinyur dari Tesla dan Google ini menandai titik balik penting dalam ekosistem AI global. Di tengah euforia terhadap teknologi generatif, kehadiran Origin menjadi pengingat bahwa etika dan pengawasan tetap harus menjadi bagian tak terpisahkan dari inovasi teknologi.

Berita Lainnya