Optimisme Pemerintah di Tengah Tantangan Global: Indonesia Siap Hadapi Badai Ekonomi Dunia

Pemerintah Indonesia menunjukkan keyakinan kuat menghadapi gejolak ekonomi global dengan strategi berlapis: proyek infrastruktur strategis, insentif fiskal, dan penguatan ekspor. Di tengah ancaman pelemahan global dan ketegangan geopolitik, Indonesia justru melihat peluang.

MAKRO EKONOMI

6/16/20252 min read

Optimisme Pemerintah di Tengah Tantangan Global: Indonesia Siap Hadapi Badai Ekonomi Dunia | NuntiaNews
Optimisme Pemerintah di Tengah Tantangan Global: Indonesia Siap Hadapi Badai Ekonomi Dunia | NuntiaNews

Dunia saat ini tengah dilanda gejolak ekonomi: perlambatan pertumbuhan di negara maju, inflasi tinggi, tensi geopolitik antara Barat dan China, serta tekanan terhadap harga komoditas global. Dampaknya terasa hingga ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Namun alih-alih pesimistis, pemerintah Indonesia menegaskan posisi optimistis menghadapi tantangan ini. Dalam berbagai forum ekonomi dan kebijakan, para pemangku kepentingan di pemerintahan mengedepankan tiga strategi utama: memperkuat ketahanan domestik, memacu ekspor dan investasi, serta menjaga daya beli rakyat.

Infrastruktur Tetap Jadi Prioritas

Meski kondisi fiskal global mengetat, Indonesia tetap melanjutkan megaproyek strategis jangka panjang. Salah satu yang paling mencuri perhatian dunia internasional adalah proyek seawall Pantura sepanjang 700 km yang ditaksir menelan biaya lebih dari Rp1.200 triliun. Proyek ini bukan hanya bertujuan melindungi pesisir dari banjir dan abrasi, tetapi juga sebagai stimulus ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan rantai pasok konstruksi.

Presiden Prabowo Subianto dalam forum internasional Indo Defence 2025 menyatakan bahwa Indonesia tidak boleh mundur dari rencana jangka panjang meski situasi global tak menentu. “Kita bukan negara yang hanya bereaksi terhadap tekanan, tapi bangsa yang membentuk masa depan,” tegasnya.

Stimulus Fiskal dan Moneter: Serangan Dua Arah

Untuk menopang konsumsi domestik, pemerintah telah menggulirkan paket stimulus senilai Rp24,44 triliun, yang mencakup subsidi tarif transportasi, bantuan sosial, dan insentif konsumsi masyarakat selama periode libur sekolah. Langkah ini diambil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal kedua mendekati 5%.

Bank Indonesia pun mendukung arah kebijakan ini dengan menurunkan suku bunga ke 5,50% serta menggelontorkan likuiditas sebesar Rp78,5 triliun ke sektor perbankan melalui penurunan giro wajib minimum (GWM). Tujuannya jelas: meningkatkan daya serap kredit produktif, terutama bagi UMKM dan sektor konstruksi.

Diplomasi Ekonomi: UE, China, dan ASEAN

Optimisme pemerintah juga ditopang oleh keberhasilan dalam memperluas kerja sama dagang. Indonesia menargetkan penandatanganan FTA dengan Uni Eropa pada 2026, yang akan membuka pasar ekspor baru bagi komoditas seperti kelapa sawit, tekstil, dan produk kelautan.

Di sisi lain, hubungan investasi dengan China dan Jepang juga dikuatkan. Kedua negara disebut akan terlibat dalam pendanaan proyek seawall dan sektor energi terbarukan. Pemerintah juga terus memaksimalkan potensi pasar ASEAN melalui kerangka Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Langkah-langkah ini memperlihatkan bahwa Indonesia tidak hanya mengandalkan pasar domestik, tetapi juga memperkuat daya saing global sebagai fondasi pertumbuhan jangka menengah.

Stabilitas Makro dan Data Pendukung

Meski lingkungan global sulit, data makro Indonesia masih terjaga. Berikut sejumlah indikator terbaru:

IndikatorNilaiPertumbuhan Q1 20255,11% (yoy)Inflasi Mei 20251,6% (yoy)Surplus Perdagangan (April)USD 160 jutaCadangan DevisaUSD 144 miliarSuku Bunga Acuan BI5,50%Stimulus FiskalRp24,44 triliun

Tingkat inflasi yang rendah memberi ruang bagi pemerintah dan BI untuk lebih fleksibel dalam mengarahkan kebijakan ekonomi tanpa menciptakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Tantangan Tidak Hilang, Tapi Dikendalikan

Pemerintah menyadari bahwa tantangan belum hilang. Ketergantungan pada harga komoditas, kinerja ekspor yang fluktuatif, serta tensi geopolitik di Laut China Selatan tetap menjadi perhatian.

Namun, strategi yang diterapkan saat ini menunjukkan respons yang aktif dan bukan reaktif. Pemerintah memanfaatkan momentum reformasi struktural dengan mendorong hilirisasi, digitalisasi layanan publik, serta memperluas inklusi keuangan.

Menjemput Peluang di Tengah Krisis

Optimisme pemerintah bukan tanpa dasar. Data dan strategi menunjukkan kesiapan menghadapi tekanan global, sekaligus membuka peluang pertumbuhan baru. Dari proyek besar seperti seawall, ekspansi pasar lewat FTA, hingga stimulus konsumsi yang terukur—Indonesia berusaha menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan ketahanan.

Seperti kata Presiden Prabowo, “Bangsa besar tak pernah takut pada badai. Justru badai itulah yang membentuk pelaut-pelaut tangguh.” Indonesia, dengan segala tantangan dan potensi, kini tengah menempuh pelayaran ekonomi menuju masa depan yang lebih kuat dan mandiri.

Berita Lainnya