Pasar Energi Terombang-Ambing: AS Tunda Keputusan, Harga Minyak Anjlok

Harga minyak dunia mengalami fluktuasi tajam setelah Amerika Serikat memutuskan untuk menunda keputusan campur tangan militer dalam konflik Israel–Iran. Ketidakpastian ini membuat pasar energi global limbung, sementara investor terus mengamati risiko geopolitik yang bisa mengganggu pasokan minyak global dari kawasan Timur Tengah.

MAKRO EKONOMIPASAR

6/21/20253 min read

Pasar Energi Terombang-Ambing: AS Tunda Keputusan, Harga Minyak Anjlok | NuntiaNews
Pasar Energi Terombang-Ambing: AS Tunda Keputusan, Harga Minyak Anjlok | NuntiaNews

21 Juni 2025 – Harga minyak dunia kembali mengalami guncangan besar setelah Gedung Putih mengumumkan penundaan keputusan campur tangan militer ke Iran di tengah meningkatnya konflik antara Iran dan Israel. Langkah ini memicu volatilitas luar biasa di pasar energi global, memperkuat sentimen hati-hati investor, dan memunculkan kekhawatiran baru atas stabilitas rantai pasok minyak dunia.

Sebelumnya, harga minyak mentah Brent sempat menyentuh angka $79,80 per barel, namun langsung anjlok hingga $76,20, atau turun hampir 3,3%, hanya dalam satu hari perdagangan. Presiden AS menyatakan bahwa Washington membutuhkan dua minggu tambahan untuk meninjau langkah diplomatik dan mempertimbangkan konsekuensi ekonomi serta militer secara menyeluruh.

AS Menunda, Dunia Menanti

Pernyataan penundaan ini datang setelah sejumlah spekulasi menyebar di pasar bahwa intervensi militer langsung oleh AS ke Iran sudah berada di ambang pelaksanaan. Armada kelima Angkatan Laut AS yang dikerahkan ke Selat Hormuz, ditambah pertemuan darurat dengan sekutu NATO, memberi sinyal kuat bahwa langkah militer bisa terjadi kapan saja.

Namun, Presiden AS dalam konferensi pers pada 20 Juni 2025 mengatakan:

“Kita tidak bisa terburu-buru dalam keputusan yang memiliki konsekuensi global. Kami akan terus berdialog dengan mitra strategis dan memastikan stabilitas kawasan tetap prioritas utama.”

Langkah ini dilihat sebagian kalangan sebagai upaya menenangkan pasar dan menghindari lonjakan harga energi yang bisa menghantam pemulihan ekonomi global.

Pasar Minyak Jadi Korban Ketidakpastian

Sektor energi global saat ini berada dalam zona abu-abu. Ketika potensi konflik terbuka di kawasan kaya minyak seperti Teluk Persia meningkat, pasar langsung merespons dengan panic buying. Namun saat sinyal de-eskalasi muncul — seperti dalam kasus penundaan AS — pasar langsung koreksi.

Volatilitas tinggi ini menjadi mimpi buruk bagi para pelaku industri, dari pengebor minyak hingga maskapai penerbangan dan sektor logistik.

Data dari ICE Futures menunjukkan bahwa dalam satu minggu terakhir:

  • Harga Brent melonjak 4,7%, kemudian jatuh 6,2%.

  • Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga bergerak liar antara $71–77 per barel.

Sementara itu, perusahaan energi global seperti ExxonMobil dan Shell mengalami pergerakan saham yang tidak stabil, dengan fluktuasi harian lebih dari 2%.

Risiko Selat Hormuz dan Dampaknya pada Pasar

Salah satu alasan utama kekhawatiran pasar adalah potensi gangguan di Selat Hormuz — jalur pelayaran penting yang dilalui oleh lebih dari 20% pasokan minyak dunia. Jika konflik berkepanjangan atau AS terlibat secara aktif, maka risiko penyumbatan jalur ini meningkat tajam.

Menurut analis geopolitik dari Energy Aspects:

“Hanya dengan meningkatnya patroli militer di Hormuz saja, biaya asuransi kapal tanker melonjak lebih dari 35%. Bila terjadi bentrok atau blokade, harga minyak bisa meroket hingga $110–150 per barel.”

Bagaimana Investor Bereaksi?

Investor saat ini berada dalam posisi defensif:

  • Emas dan obligasi pemerintah menjadi buruan sebagai aset safe-haven.

  • Saham energi terlihat volatil, tapi masih diminati untuk jangka pendek.

  • Dolar AS menunjukkan kekuatan relatif, namun tertekan oleh ekspektasi pelonggaran The Fed.

Sementara itu, negara-negara konsumen energi seperti India, Indonesia, dan China mulai memikirkan strategi penanggulangan:

  • Indonesia mulai menyesuaikan asumsi APBN terkait subsidi energi jika harga minyak melampaui $85 per barel.

  • China memperkuat stok cadangan minyak nasional, dengan importir besar seperti Sinopec dan CNPC memajukan pembelian untuk tiga bulan ke depan.

Dampak Potensial bagi Indonesia

Meski Indonesia bukan negara pengimpor minyak terbesar, gejolak harga global tetap memberikan efek domino:

  • Kenaikan harga BBM subsidi bisa menambah tekanan inflasi domestik.

  • Defisit neraca perdagangan berisiko melebar jika harga minyak naik signifikan.

  • Nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS di tengah capital flight dari pasar negara berkembang.

Bank Indonesia telah menyatakan kesiapannya untuk intervensi di pasar valas jika fluktuasi rupiah semakin liar akibat eskalasi geopolitik.

Ke Mana Arah Pasar Selanjutnya?

Keputusan AS untuk menunda intervensi bukan berarti ancaman telah sirna. Banyak pelaku pasar menilai langkah ini hanya memberikan jeda teknis sementara untuk diplomasi — dan bukan penyelesaian jangka panjang.

Tiga skenario yang kini diperhitungkan analis global:

  1. De-eskalasi Berhasil
    Negosiasi AS, Eropa, dan China berhasil menurunkan ketegangan. Harga minyak bisa kembali ke kisaran $70–75/barel.

  2. Status Quo Berlanjut
    AS tetap tidak terlibat secara langsung, namun konflik Israel–Iran terus berlanjut. Harga minyak tetap tinggi dan volatil.

  3. Eskalasi Memuncak
    AS akhirnya terlibat secara militer. Harga minyak bisa melonjak ke atas $100, pasar global mengalami koreksi luas.

Energi Global Menunggu Nafas Diplomasi

Pasar energi dunia saat ini tidak lagi digerakkan semata oleh supply-demand. Geopolitik, ketegangan regional, dan keputusan strategis Washington menjadi penggerak utama harga dan sentimen.

Penundaan keputusan campur tangan militer oleh AS memberikan waktu krusial bagi para diplomat untuk mencegah krisis besar. Namun bagi pasar, ini hanyalah awal dari ketidakpastian panjang yang bisa memengaruhi energi, inflasi, dan kebijakan bank sentral di seluruh dunia.

Investor, pemerintah, dan masyarakat global kini menanti: apakah diplomasi akan cukup kuat untuk meredam api yang sudah menyala?

Berita Lainnya