Pasar Saham AS Melemah di Akhir Mei: Ketidakpastian Tarif Kembali Bayangi Investor

Indeks-indeks utama Wall Street ditutup melemah pada akhir Mei 2025, dipicu kekhawatiran atas kebijakan tarif baru Amerika Serikat terhadap China dan sinyal ekonomi yang masih rapuh. Para investor kembali berhati-hati, di tengah ekspektasi negosiasi dagang yang belum kunjung menemui kejelasan.

MAKRO EKONOMIINVESTASI

5/31/20253 min read

Pasar Saham AS Melemah di Akhir Mei: Ketidakpastian Tarif Kembali Bayangi Investor | NuntiaNews
Pasar Saham AS Melemah di Akhir Mei: Ketidakpastian Tarif Kembali Bayangi Investor | NuntiaNews

Ketidakpastian Geopolitik Kembali Guncang Wall Street

New York — Pasar saham Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tekanan signifikan menjelang penutupan bulan Mei 2025. Penurunan ini dipicu oleh kombinasi kekhawatiran seputar kembalinya tarif dagang terhadap China serta sinyal ekonomi domestik yang mengindikasikan perlambatan pemulihan. Indeks S&P 500 ditutup melemah 0,9%, sementara Dow Jones Industrial Average turun lebih dari 250 poin. Nasdaq Composite, yang sarat dengan saham teknologi, mencatat koreksi hampir 1,3% dalam sehari perdagangan terakhir bulan ini.

Situasi ini terjadi tak lama setelah mantan Presiden Donald Trump dalam sebuah wawancara menyebutkan bahwa tarif terhadap produk impor dari China “perlu diaktifkan kembali” untuk “melindungi kepentingan nasional.” Meskipun belum ada pernyataan resmi dari Gedung Putih, pasar segera merespons dengan sentimen negatif, mengingat pengalaman sebelumnya bahwa kebijakan proteksionisme bisa berdampak pada rantai pasok global dan inflasi.

Para pelaku pasar kini kembali berada dalam mode ‘wait and see’, menanti kejelasan arah kebijakan perdagangan yang akan diambil Washington, sekaligus memperkirakan reaksi dari pemerintah China. Tak sedikit analis yang memperingatkan bahwa potensi konflik dagang jilid dua dapat mengancam momentum pertumbuhan global yang sedang dalam fase pemulihan pasca-pandemi dan krisis energi.

Sentimen Pasar: Dari Optimisme ke Kekhawatiran

Pada awal Mei, sebagian besar indeks saham menunjukkan performa positif, didukung oleh laporan keuangan perusahaan yang relatif kuat dan penurunan inflasi yang stabil. Namun, menjelang akhir bulan, suasana berubah drastis.

Kembali munculnya isu tarif dagang membuat banyak investor institusional menarik diri dari pasar. Volume transaksi turun, dan volatilitas kembali mendominasi. VIX, indeks ketakutan pasar, melonjak hampir 15% hanya dalam dua hari terakhir bulan ini.

Menurut data dari Bloomberg, sektor yang paling terpukul adalah teknologi, manufaktur, dan otomotif—semuanya sangat bergantung pada bahan baku dan komponen dari China. Saham produsen semikonduktor seperti Nvidia dan AMD mencatat penurunan masing-masing sebesar 4,2% dan 3,9%, sementara General Motors dan Ford juga turun lebih dari 2%.

Di sisi lain, saham perusahaan yang bergerak di sektor energi dan bahan pokok konsumen tetap relatif stabil, seiring dengan investor yang mulai mengalihkan portofolio mereka ke aset defensif.

Reaksi Global dan Kurs Rupiah

Kekhawatiran ini tidak hanya dirasakan di AS. Bursa Asia juga mencatat penurunan, termasuk Nikkei Jepang dan Hang Seng Hong Kong. Bahkan IHSG di Indonesia sempat turun 1,1% pada sesi perdagangan pagi hari setelah kabar tersebut menyebar luas.

Rupiah juga mengalami sedikit tekanan, melemah tipis terhadap dolar AS ke kisaran Rp15.260 per dolar. Bank Indonesia menyebut kondisi pasar global yang volatil sebagai salah satu alasan meningkatnya permintaan terhadap aset safe haven seperti dolar dan emas.

Peluang dan Risiko ke Depan

Meskipun pasar sedang dalam tren melemah, beberapa analis melihat potensi pemulihan jangka pendek apabila ketegangan perdagangan mereda atau jika terdapat kejelasan dari Federal Reserve mengenai arah suku bunga ke depan.

Ekonom dari Goldman Sachs dalam laporannya menyebutkan bahwa “respon China terhadap ancaman tarif kemungkinan akan sangat hati-hati,” mengingat Beijing sedang berupaya menjaga stabilitas ekonomi domestik mereka. Namun, jika AS benar-benar kembali mengaktifkan tarif besar-besaran, maka respons balasan seperti tarif ekspor bahan baku penting bisa muncul dan memicu efek domino terhadap inflasi global.

Dari sisi makro, data pengeluaran konsumen AS juga menunjukkan tanda-tanda stagnasi, dengan pertumbuhan hanya 0,2% pada April, yang merupakan angka terendah dalam lima bulan terakhir. Angka ini menjadi peringatan bahwa daya beli konsumen mungkin mulai tergerus oleh tekanan harga dan ketidakpastian kebijakan.

Investor Ritel Diminta Waspada

Bagi investor ritel, para analis menyarankan untuk berhati-hati dalam menempatkan dana pada sektor yang sangat sensitif terhadap dinamika geopolitik. Diversifikasi portofolio dan menjaga eksposur terhadap aset berisiko dinilai menjadi langkah bijak dalam jangka pendek.

Sementara itu, para pelaku usaha ekspor dan impor di AS juga mulai menghitung ulang potensi kerugian apabila tarif terhadap China benar-benar diaktifkan kembali. Sektor logistik dan pelabuhan diperkirakan akan kembali mengalami tekanan seperti yang terjadi pada 2018–2019, saat perang dagang AS-China memuncak.

Ketidakpastian Belum Usai

Penurunan pasar saham AS di akhir Mei 2025 adalah sinyal kuat bahwa dunia belum sepenuhnya bebas dari bayang-bayang ketidakpastian geopolitik. Kembalinya wacana tarif dagang antara AS dan China membuat pasar global kembali waspada, dan para investor pun kini menanti langkah selanjutnya dari Washington dan Beijing.

Dengan dinamika global yang cepat berubah, penting bagi para pelaku pasar dan pengambil kebijakan untuk tetap adaptif dan mengedepankan dialog ekonomi yang konstruktif. Jika tidak, maka risiko guncangan keuangan lebih besar bisa menjadi kenyataan dalam waktu dekat.

Berita Lainnya