Pembentukan Korea-Indonesia Business Council

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Federasi Industri Korea (FKI) resmi membentuk Korea-Indonesia Business Council pada 28 April 2025 di Jakarta, sebuah langkah strategis untuk meningkatkan hubungan ekonomi bilateral dan mendorong investasi di berbagai sektor.

MAKRO EKONOMIBISNIS

4/28/20255 min read

Pembentukan Korea-Indonesia Business Council | NuntiaNews
Pembentukan Korea-Indonesia Business Council | NuntiaNews

Di tengah gelombang ketidakpastian ekonomi global, Indonesia dan Korea Selatan mengukir babak baru dalam hubungan bilateral mereka. Pada Senin, 28 April 2025, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Federasi Industri Korea (FKI) menandatangani nota kesepahaman di Jakarta untuk membentuk Korea-Indonesia Business Council. Inisiatif ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah konkret untuk mempererat kerja sama ekonomi antara dua negara yang memiliki potensi besar untuk saling melengkapi. Dengan tantangan seperti ketegangan perdagangan global, revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi, dan dinamika pasar regional, pembentukan dewan bisnis ini menjadi sinyal kuat bahwa kedua negara siap menghadapi masa depan bersama, baik dalam investasi, perdagangan, maupun pengembangan sektor strategis.

Tantangan Ekonomi Global dan Peluang Bilateral

Pembentukan Korea-Indonesia Business Council datang pada saat yang sangat tepat. Dunia saat ini sedang menghadapi berbagai ketidakpastian ekonomi, mulai dari dampak kebijakan tarif tinggi AS hingga perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa kawasan. Berdasarkan laporan terbaru, pada 28 April 2025, IMF merevisi proyeksi pertumbuhan PDB riil Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% untuk tahun 2025, dengan proyeksi inflasi turun menjadi 1,7% dan defisit transaksi berjalan meningkat menjadi -1,5% dari PDB. Bank Indonesia (BI) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB 2025 menjadi sekitar 4,8%, sambil mempertahankan suku bunga acuan di 5,75% untuk mendukung stabilitas rupiah yang tertekan. Di sisi lain, Korea Selatan menghadapi tantangan serupa, dengan ekonomi yang sangat bergantung pada ekspor teknologi dan otomotif, sektor-sektor yang rentan terhadap gangguan rantai pasok global.

Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang besar. Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan pertumbuhan kelas menengah yang pesat, adalah pasar yang sangat menarik bagi perusahaan Korea. Sementara itu, Korea Selatan, dengan keunggulan teknologi dan inovasinya, menawarkan solusi yang dibutuhkan Indonesia untuk mempercepat transformasi digital dan industrialisasi. Data dari Kementerian Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan menunjukkan bahwa pada 2024, nilai perdagangan bilateral antara kedua negara mencapai $21,5 miliar, dengan ekspor Korea ke Indonesia didominasi oleh produk elektronik, kendaraan, dan mesin. Sementara itu, Indonesia mengekspor komoditas seperti minyak sawit, karet, dan mineral ke Korea. Meski angka ini menunjukkan hubungan yang solid, kedua negara sepakat bahwa masih ada ruang besar untuk peningkatan, terutama di sektor-sektor seperti energi terbarukan, teknologi hijau, dan infrastruktur.

Baca juga Berita Makro Ekonomi Lainnya DISINI

Tujuan dan Fokus Korea-Indonesia Business Council

Korea-Indonesia Business Council didirikan dengan visi untuk menjadi jembatan utama bagi pelaku bisnis kedua negara, memfasilitasi dialog, kerja sama, dan investasi yang saling menguntungkan. Dalam sambutannya di acara penandatanganan, Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan bahwa dewan ini akan berfokus pada beberapa sektor strategis, termasuk teknologi digital, energi terbarukan, infrastruktur, dan manufaktur. “Kami ingin menciptakan ekosistem bisnis yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan bagi kedua negara. Korea memiliki teknologi, dan Indonesia memiliki pasar serta sumber daya. Ini adalah kolaborasi yang sempurna,” ujar Shinta.

Di sisi lain, perwakilan FKI, Kim Byung-joon, menambahkan bahwa Korea Selatan melihat Indonesia sebagai mitra strategis di kawasan ASEAN, terutama dalam menghadapi dinamika ekonomi global. “Indonesia bukan hanya pasar, tetapi juga pusat produksi dan inovasi di Asia Tenggara. Kami berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui investasi yang berkelanjutan,” kata Kim. Salah satu agenda awal dewan ini adalah menyelenggarakan forum bisnis tahunan, dengan edisi pertama dijadwalkan pada Oktober 2025 di Seoul, yang akan dihadiri oleh ratusan pengusaha dari kedua negara.

Sektor yang Menjadi Prioritas

Salah satu sektor yang menjadi fokus utama adalah energi terbarukan. Indonesia, yang telah menetapkan target net-zero emissions pada 2060, membutuhkan investasi besar dalam teknologi hijau. Korea Selatan, yang dikenal dengan keunggulannya dalam teknologi baterai dan energi surya, bisa menjadi mitra ideal. Sebagai contoh, perusahaan Korea seperti LG Energy Solution telah menunjukkan minat untuk memperluas investasi di Indonesia, terutama setelah kesuksesan proyek baterai kendaraan listrik bersama Hyundai di Karawang, Jawa Barat, yang mulai beroperasi pada 2024. Proyek ini, dengan nilai investasi $1,1 miliar, telah menciptakan lebih dari 1.000 lapangan kerja dan menjadi salah satu tonggak penting dalam hubungan ekonomi kedua negara.

Baca juga Berita Edukasi Lainnya DISINI

Selain itu, sektor teknologi digital juga menjadi prioritas. Indonesia sedang gencar mendorong transformasi digital melalui program seperti Indonesia Digital Vision 2045, yang menargetkan 50% transaksi ekonomi dilakukan secara digital pada 2045. Perusahaan teknologi Korea seperti Samsung dan Kakao bisa memainkan peran besar dalam mendukung visi ini, baik melalui investasi di startup lokal maupun pengembangan infrastruktur 5G. Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa pada 2024, investasi Korea Selatan di Indonesia mencapai $2,8 miliar, dengan 30% di antaranya mengalir ke sektor teknologi dan manufaktur. Dengan adanya Business Council, angka ini diharapkan dapat meningkat hingga $4 miliar pada 2026.

Infrastruktur juga menjadi sorotan. Indonesia, dengan proyek ambisius seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), membutuhkan mitra yang berpengalaman dalam pembangunan kota pintar. Perusahaan konstruksi Korea seperti Hyundai Engineering & Construction dan Doosan Heavy Industries memiliki kapabilitas untuk berkontribusi dalam proyek ini, terutama setelah kesuksesan mereka dalam proyek infrastruktur di Timur Tengah. Dalam acara tersebut, Menteri Perdagangan Indonesia, Zulkifli Hasan, yang turut hadir, menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memberikan insentif bagi investor Korea, termasuk keringanan pajak dan kemudahan perizinan, untuk mempercepat proyek-proyek strategis seperti IKN.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Meski penuh potensi, kerja sama ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu isu utama adalah ketegangan perdagangan global, terutama dampak kebijakan tarif AS yang memengaruhi ekspor kedua negara. Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan domestik seperti program makan gratis yang bermasalah, yang telah membebani fiskal dan memicu kritik terhadap efisiensi anggaran pemerintah. Hal ini dapat memengaruhi kepercayaan investor, termasuk dari Korea Selatan, jika tidak ditangani dengan baik. Di sisi lain, Korea Selatan harus menghadapi persaingan ketat dari negara lain seperti China dan Jepang, yang juga memiliki hubungan ekonomi kuat dengan Indonesia.

Namun, optimisme tetap tinggi. Pembentukan Korea-Indonesia Business Council diharapkan dapat menjadi katalis bagi kerja sama yang lebih erat. Dalam jangka pendek, dewan ini akan fokus pada peningkatan perdagangan bilateral hingga $30 miliar pada 2030, sekaligus mendorong investasi di sektor-sektor prioritas. Dalam jangka panjang, kerja sama ini diharapkan dapat memperkuat posisi kedua negara di tengah dinamika ekonomi global, sekaligus menjadi model bagi kerja sama regional di ASEAN.

Respon dan Dampak Awal

Respon terhadap pembentukan dewan ini sangat positif. Pengusaha Indonesia menyambut baik langkah ini sebagai peluang untuk memperluas akses pasar dan teknologi, sementara pelaku bisnis Korea melihatnya sebagai jalan untuk memperdalam jejak mereka di Asia Tenggara. Beberapa perusahaan Korea, seperti SK Group dan Lotte Chemical, telah mengumumkan rencana untuk menghadiri forum bisnis pertama di Seoul, dengan fokus pada proyek energi dan petrokimia. Di sisi lain, perusahaan Indonesia seperti Sinar Mas dan Astra International juga menyatakan minat untuk menjajaki kerja sama di sektor agribisnis dan otomotif.

Dampak awal dari pembentukan dewan ini juga terlihat di pasar keuangan. Pada 28 April 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 0,8%, dengan saham-saham di sektor teknologi dan manufaktur seperti Telkom Indonesia dan Astra International mencatatkan kenaikan hingga 2%. Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap won Korea sedikit menguat, berada di level Rp 11,5 per won pada 29 April 2025 pagi, menunjukkan sentimen positif dari pasar terhadap langkah ini.

Baca juga Berita Menarik Lainnya DISINI

Penutup: Langkah Menuju Masa Depan yang Lebih Kuat

Pembentukan Korea-Indonesia Business Council adalah langkah strategis yang menunjukkan visi jauh ke depan dari kedua negara. Di tengah tantangan ekonomi global, kolaborasi ini menawarkan harapan baru untuk pertumbuhan yang berkelanjutan, sekaligus memperkuat hubungan ekonomi yang telah terjalin selama puluhan tahun. Dengan fokus pada sektor-sektor strategis seperti energi terbarukan, teknologi, dan infrastruktur, dewan ini memiliki potensi untuk membawa manfaat besar bagi kedua negara, sekaligus menjadi model kerja sama ekonomi di kawasan. Bagi Indonesia, ini adalah kesempatan untuk mempercepat transformasi ekonomi menuju negara berpendapatan tinggi, sementara bagi Korea Selatan, ini adalah langkah untuk memperluas pengaruhnya di pasar Asia Tenggara yang dinamis. Semua mata kini tertuju pada langkah nyata yang akan diambil oleh dewan ini dalam beberapa bulan ke depan, yang akan menentukan arah hubungan ekonomi kedua negara di masa depan.

Berita Lainnya