Pendapatan Pariwisata Amerika Serikat Turun Drastis

Amerika Serikat mengalami penurunan tajam dalam pendapatan sektor pariwisata selama kuartal pertama 2025, mencapai level terendah sejak 2021. Penurunan ini mengindikasikan tantangan ekonomi yang lebih dalam, terutama bagi negara bagian yang bergantung pada industri wisata, seperti Florida, Nevada, dan California.

MAKRO EKONOMI

5/30/20253 min read

Pendapatan Pariwisata Amerika Serikat Turun Drastis | NuntiaNews
Pendapatan Pariwisata Amerika Serikat Turun Drastis | NuntiaNews

Industri pariwisata Amerika Serikat, yang selama ini menjadi salah satu motor penggerak ekonomi nasional, tengah mengalami tekanan berat. Laporan terbaru dari U.S. Travel Association dan Bureau of Economic Analysis (BEA) mengungkapkan bahwa pendapatan pariwisata nasional mengalami penurunan sebesar 14,6% pada kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Total penerimaan dari sektor ini hanya mencapai sekitar $48,2 miliar, atau setara dengan Rp788 triliun (kurs Rp16.350 per USD), turun dari $56,4 miliar (±Rp922 triliun) pada Q1 2024. Penurunan ini tidak hanya mencerminkan lesunya jumlah wisatawan mancanegara, tetapi juga pelemahan minat wisatawan domestik akibat tekanan inflasi dan ketidakpastian ekonomi.

Mengapa Pendapatan Turun?

Sejumlah faktor menjadi penyebab utama penurunan drastis ini:

  1. Penguatan Dolar AS:
    Nilai tukar dolar yang tinggi membuat biaya wisata ke Amerika lebih mahal bagi turis asing. Negara-negara Eropa, Asia, dan Amerika Latin mengalami penurunan jumlah wisatawannya ke AS lebih dari 11% rata-rata.

  2. Ketegangan Global & Ketidakpastian Keamanan:
    Meningkatnya tensi geopolitik dan kekhawatiran keamanan dalam negeri menyebabkan wisatawan ragu untuk bepergian. Peristiwa penembakan massal di beberapa kota besar seperti Atlanta dan Chicago turut memengaruhi persepsi keamanan publik.

  3. Kenaikan Biaya Hidup dan Tiket:
    Kenaikan harga tiket pesawat, akomodasi, dan makanan di AS telah mengurangi daya tariknya sebagai destinasi utama. Bahkan wisatawan domestik pun kini lebih memilih berlibur secara lokal atau ke luar negeri seperti Meksiko, Karibia, dan Eropa Timur.

Dampak Terbesar di Negara Bagian Wisata

Dampak penurunan ini paling terasa di negara bagian yang secara ekonomi sangat tergantung pada wisata:

  • Nevada (Las Vegas):
    Mengalami penurunan pengunjung internasional sebesar 18% dibanding tahun lalu. Banyak hotel melaporkan okupansi turun hingga 25% di luar musim liburan.

  • Florida:
    Taman hiburan seperti Disney World dan Universal Studios melaporkan penurunan kunjungan hingga 12%, sementara bisnis lokal di sekitar destinasi wisata mulai merumahkan karyawan.

  • California:
    Meskipun tetap menjadi magnet turis, kota seperti Los Angeles dan San Francisco mulai kehilangan wisatawan kelas menengah akibat harga yang terlalu tinggi dan masalah tunawisma yang memburuk.

Industri Terancam untuk Maskapai, Hotel, dan UMKM

Maskapai penerbangan mencatat penurunan pendapatan internasional sebesar 9,3%, terutama di jalur Asia dan Eropa. Hotel-hotel bintang empat dan lima mengalami pemesanan ulang (rescheduling) dan pembatalan grup besar seperti konferensi, event, hingga pernikahan internasional.

Sementara itu, pelaku UMKM di sektor pariwisata seperti pemandu wisata, pengelola restoran, pengusaha transportasi lokal, dan penyedia oleh-oleh mengeluhkan sepinya transaksi.

“Biasanya kami menyambut grup turis dari Jerman dan Jepang setiap minggu, sekarang sudah dua bulan tidak ada rombongan masuk,” ujar Carla Medina, pemilik restoran di Orlando.

Reaksi Pemerintah dan Upaya Pemulihan

Pemerintah federal telah mengumumkan serangkaian inisiatif untuk mendorong kembali sektor pariwisata, di antaranya:

  • Kampanye Global “Rediscover America 2025” senilai $150 juta (±Rp2,45 triliun) yang ditargetkan untuk promosi pariwisata ke Asia dan Eropa.

  • Insentif pajak untuk pelaku industri hospitality dan hiburan.

  • Peningkatan keamanan transportasi dan destinasi wisata dengan memperketat protokol keselamatan publik.

Namun para ekonom mempertanyakan efektivitas kampanye promosi jika akar masalah seperti harga tinggi dan persepsi negatif keamanan tidak ditangani secara sistemik.

Pasar Menanggapi dengan Kekhawatiran

Investor mencermati data ini sebagai sinyal bahwa sektor jasa — yang menyumbang lebih dari 77% dari GDP AS — kini mulai menunjukkan kelemahan serius. Indeks saham hotel dan maskapai seperti Hilton Worldwide dan Delta Air Lines mengalami penurunan masing-masing sebesar 3,2% dan 4,5% pada pekan terakhir Mei 2025.

Dr. Benjamin Ortega, analis dari Oxford Economics menyebutkan:

“Jika tren ini berlanjut hingga musim panas, kita bisa melihat resesi ringan di sektor-sektor yang sangat tergantung pada wisatawan. Ini bukan hanya soal tiket atau kamar hotel — ini menyangkut jutaan pekerjaan lokal.”

Wisata Konferensi dan Bisnis Turut Tergerus

Salah satu yang paling terdampak adalah sektor MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). Banyak perusahaan multinasional kini lebih memilih mengadakan konferensi secara daring atau mencari alternatif lokasi yang lebih hemat biaya, seperti Dubai, Kuala Lumpur, atau Istanbul.

Laporan dari Convention Industry Council menunjukkan bahwa AS kehilangan setidaknya $2,1 miliar (±Rp34,3 triliun) potensi pendapatan dari pembatalan atau pengalihan konferensi internasional selama Q1 2025.

Momentum Pemulihan atau Awal Kemerosotan?

Penurunan pendapatan pariwisata di AS bukan hanya fenomena statistik, tapi cerminan nyata dari tekanan sosial-ekonomi yang tengah terjadi. Di tengah perlambatan ekonomi global, konflik geopolitik, dan perubahan perilaku wisatawan pasca-pandemi, sektor pariwisata menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Jika Amerika gagal menyesuaikan strategi wisatanya dengan kebutuhan dan ekspektasi wisatawan modern — baik dari sisi harga, keamanan, maupun pengalaman — maka negara ini berisiko kehilangan posisinya sebagai destinasi wisata nomor satu dunia.

Berita Lainnya