Sepak Bola | MAKRO EKONOMI | TEKNOLOGI | AI dan robot | Crypto | EDUKASI
Perundingan Perdagangan Bebas Indonesia-Uni Eropa Hampir Rampung
Indonesia dan Uni Eropa hampir mencapai garis akhir dalam perundingan perjanjian perdagangan bebas yang telah berlangsung selama lebih dari 7 tahun. Bila berhasil disepakati pada akhir Juni 2025, kesepakatan ini bisa menjadi salah satu pencapaian dagang terbesar Indonesia di panggung global, dengan potensi penghapusan tarif untuk sekitar 80% ekspor nasional ke Eropa.
MAKRO EKONOMI
6/8/20253 min read


Setelah melalui 17 putaran negosiasi dan lebih dari 7 tahun pembahasan, Indonesia dan Uni Eropa akhirnya berada di ambang kesepakatan dalam perundingan perjanjian perdagangan bebas (IEU-CEPA). Pemerintah optimistis bahwa perjanjian ambisius ini dapat ditandatangani sebelum akhir Juni 2025, membuka jalan bagi lonjakan ekspor nasional ke pasar Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara.
Dalam sebuah konferensi pers di Brussels, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa sekitar 80% ekspor Indonesia ke Eropa akan bebas bea masuk jika kesepakatan ini tercapai. Ini termasuk produk-produk strategis seperti minyak kelapa sawit (CPO), hasil perikanan, tekstil, alas kaki, dan produk kayu.
"Kesepakatan ini sangat penting karena akan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar Eropa dan membuka peluang investasi dua arah," ujar Airlangga dalam pernyataan resminya.
Apa Itu IEU-CEPA?
IEU-CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) adalah perjanjian ekonomi komprehensif yang mencakup penghapusan tarif impor, peningkatan akses pasar, proteksi investasi, perlindungan kekayaan intelektual, dan keberlanjutan lingkungan.
Perjanjian ini pertama kali dirundingkan pada 2016 dan sempat menghadapi tantangan dari berbagai pihak, termasuk kebijakan Eropa terkait deforestasi dan penggunaan produk kelapa sawit.
Manfaat Besar bagi Indonesia
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa mencapai sekitar Rp 290 triliun pada 2024, sementara impor dari Eropa berada di kisaran Rp 215 triliun. Dengan tarif yang dihapuskan untuk 80% produk ekspor, nilai perdagangan ini diprediksi meningkat signifikan hingga Rp 400 triliun dalam dua tahun ke depan.
Produk-produk yang akan paling diuntungkan antara lain:
🌴 Minyak Kelapa Sawit (CPO): Bebas tarif, meski tetap diawasi ketat terkait isu lingkungan.
🐟 Produk Perikanan: Seperti tuna dan udang, sangat diminati di pasar Eropa.
👕 Tekstil dan Alas Kaki: Industri padat karya ini akan semakin kompetitif di pasar global.
🪵 Kayu dan Furnitur: Berpeluang besar menyaingi produk dari China dan Vietnam.
Masalah Deforestasi Jadi Perdebatan Utama
Salah satu batu sandungan utama dalam negosiasi adalah Regulasi Anti-Deforestasi Uni Eropa, yang mulai berlaku awal tahun ini. Aturan tersebut mengharuskan semua produk pertanian seperti CPO, kopi, kakao, dan kayu untuk memiliki jejak rantai pasok bebas deforestasi.
Indonesia telah menyampaikan keberatannya karena menganggap regulasi ini diskriminatif terhadap negara berkembang. Namun, dalam putaran terakhir, Uni Eropa disebut telah menawarkan “perlakuan istimewa” bagi Indonesia, termasuk kemungkinan grace period dan penggunaan sistem verifikasi berbasis teknologi digital seperti traceability blockchain.
"Kami tidak menolak keberlanjutan, tapi pendekatannya harus adil dan inklusif," tegas Airlangga.
Apa Kata Uni Eropa?
Wakil Komisioner Perdagangan Uni Eropa, Valdis Dombrovskis, menyatakan bahwa pihaknya sangat menghargai kemajuan signifikan yang dicapai dan akan mendorong penyelesaian secepat mungkin.
"Indonesia adalah mitra penting bagi Eropa di kawasan Asia Tenggara. Perjanjian ini akan menciptakan peluang pertumbuhan bersama dan meneguhkan komitmen terhadap perdagangan bebas yang berkelanjutan." — Valdis Dombrovskis.
Dampak Terhadap Investasi dan Ekonomi Domestik
Selain dampak langsung terhadap ekspor, perjanjian ini juga diperkirakan akan meningkatkan arus investasi asing ke Indonesia, khususnya di sektor manufaktur dan agroindustri. Perusahaan Eropa yang ingin memproduksi barang di Indonesia untuk ekspor bebas tarif ke Eropa akan makin tertarik membuka pabrik dan pusat logistik di wilayah seperti Batam, Jawa Tengah, dan Kalimantan.
Ekonom dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), Dr. Tauhid Ahmad, menyebut bahwa kesepakatan ini bisa menambah pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,4–0,7% per tahun, tergantung pada efektivitas implementasinya.
Apa Selanjutnya?
Jika seluruh klausul dapat disepakati pada akhir Juni 2025, perjanjian ini akan masuk tahap ratifikasi oleh parlemen masing-masing pihak. Proses ini bisa memakan waktu 6–12 bulan. Namun, banyak kalangan berharap ratifikasi dapat dipercepat mengingat momentum global sedang mengarah pada pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan konflik geopolitik.
Indonesia juga sedang menjajaki perjanjian serupa dengan negara-negara lain seperti India, Meksiko, dan Australia. Langkah ini disebut sebagai bagian dari strategi diversifikasi pasar ekspor dan penguatan posisi Indonesia sebagai hub produksi regional.
Kesimpulan
Perundingan IEU-CEPA yang hampir rampung bukan hanya kabar baik bagi pelaku ekspor, tapi juga merupakan tonggak sejarah diplomasi ekonomi Indonesia. Di tengah tantangan global seperti fragmentasi geopolitik dan tren proteksionisme, kesepakatan ini menjadi simbol bahwa kerja sama internasional yang saling menguntungkan masih mungkin tercapai.
Jika berhasil diratifikasi, perjanjian ini akan mengubah lanskap perdagangan Indonesia dalam dekade mendatang — memberikan dorongan vital bagi industri dalam negeri dan menjadikan Indonesia lebih terintegrasi dalam ekonomi global.
Berita Lainnya
NuntiaNews
Informasi terbaru tentang Teknologi terbaru seperti AI, Crypto dan Robot, Makro Ekonomi serta Edukasi
HALAMAN
Analisis
© 2025 NuntiaNews. All rights reserved.