Program Makanan Gratis Prabowo Baru 2,6%: Janji Ambisius, Realisasi Minim?

Program andalan Presiden Prabowo Subianto berupa makanan gratis baru terealisasi 2,6% dari total anggaran yang disiapkan. Dengan target menjangkau lebih dari 80 juta penerima, realisasi hingga pertengahan Juni baru mencakup 4,9 juta orang. Apa yang menghambat pelaksanaannya?

MAKRO EKONOMI

6/17/20252 min read

Program Makanan Gratis Prabowo Baru 2,6%: Janji Ambisius, Realisasi Minim? | NuntiaNews
Program Makanan Gratis Prabowo Baru 2,6%: Janji Ambisius, Realisasi Minim? | NuntiaNews

Program makanan gratis yang menjadi salah satu janji kampanye utama Presiden Prabowo Subianto, menghadapi tantangan besar dalam implementasinya. Hingga 12 Juni 2025, pemerintah baru menyalurkan rupiah 4,4 triliun atau hanya 2,6% dari total anggaran sebesar rupiah 171 triliun.

Program ini ditujukan untuk memberikan makanan bergizi gratis kepada siswa sekolah dan kelompok masyarakat tertentu dengan target 82,9 juta penerima. Namun hingga pertengahan Juni, baru 4,9 juta orang yang benar-benar menerima manfaatnya. Itu artinya, sekitar 6% dari target nasional telah tercapai dalam waktu hampir setengah tahun berjalan.

Tujuan Program: Gizi, Ekonomi, dan Pemerataan

Program ini bertujuan ganda:

  1. Meningkatkan kualitas gizi anak-anak usia sekolah dan kelompok rentan;

  2. Mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pelibatan usaha katering kecil-menengah sebagai mitra penyedia makanan;

  3. Memperluas pemerataan ekonomi lewat distribusi makanan langsung yang menyentuh masyarakat lapisan bawah.

Sampai saat ini, pemerintah telah melibatkan sekitar 1.716 unit usaha katering lokal untuk mendistribusikan makanan gratis. Jumlah ini masih sangat jauh dari target 32.000 unit usaha katering yang dirancang untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Hambatan yang Dihadapi

Mengapa realisasi program ini begitu lambat?

1. Kendala Anggaran

Meski telah dialokasikan anggaran raksasa sebesar rupiah 171 triliun, pencairannya dilakukan bertahap dan dengan pengawasan ketat. Kementerian Keuangan mengisyaratkan bahwa pencairan tidak hanya soal nominal, tetapi juga kesiapan infrastruktur, audit distribusi, dan sistem pengawasan logistik.

2. Distribusi Tidak Merata

Masalah geografis Indonesia menjadi tantangan nyata. Di daerah-daerah terpencil seperti Papua, Nusa Tenggara, dan pedalaman Kalimantan, distribusi makanan bergizi berkualitas memerlukan logistik mahal dan rumit. Belum lagi, keterbatasan tenaga pengelola di daerah tersebut.

3. Insiden Kesehatan

Beberapa laporan menyebut adanya insiden keracunan makanan di beberapa wilayah uji coba. Hal ini membuat pelaksanaan di beberapa titik ditunda, menunggu perbaikan standar dan sertifikasi keamanan pangan.

4. Kurangnya Koordinasi Antarlembaga

Beberapa daerah masih mengalami kebingungan mengenai pelaksanaan teknis, termasuk bagaimana menentukan mitra katering yang memenuhi syarat, mekanisme pembayaran, hingga pelaporan digital. Tanpa sistem terpadu, potensi kebocoran dan salah sasaran masih menjadi perhatian utama.

Dari Ambisi Menjadi Tantangan?

Sejak diumumkan, program ini sudah menarik perhatian publik dan investor asing, bahkan sempat menjadi sorotan media internasional. Banyak yang menyebut ini sebagai “gerakan revolusioner sosial-ekonomi terbesar” di Asia Tenggara. Namun lambatnya pelaksanaan membuat kredibilitas pemerintah dipertaruhkan.

Analis makroekonomi dari Bank Dunia menyatakan bahwa inisiatif ini memiliki potensi luar biasa untuk menekan ketimpangan, “asalkan dieksekusi dengan cepat, adil, dan akuntabel.”

Namun, dengan serapan anggaran yang baru 2,6% di semester pertama 2025, muncul kekhawatiran bahwa program ini bisa gagal mencapai target jangka pendek, meskipun semangatnya tidak diragukan.

Apa Selanjutnya?

Dalam konferensi pers minggu ini, juru bicara pemerintah menyatakan bahwa:

“Program ini memang bertahap. Yang penting bukan cepat atau lambat, tapi tepat. Dalam waktu dekat, kami akan meluncurkan sistem monitoring publik dan mempercepat pelibatan koperasi serta UMKM lokal.”

Pemerintah juga mengumumkan rencana percepatan fase II mulai Agustus 2025, dengan pelibatan 10.000 unit katering tambahan di 20 provinsi prioritas.

Kesimpulan

Program makanan gratis ala Presiden Prabowo adalah visi besar untuk membangun kesejahteraan sosial berbasis ekonomi rakyat. Namun, seperti banyak proyek raksasa lainnya, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh dana, tapi juga kesiapan sistem, koordinasi lembaga, dan kesigapan birokrasi.

Waktu terus berjalan, dan rakyat menanti hasil nyata. Apakah program ini bisa melampaui keraguan awal dan menjadi legacy pemerintahan? Atau akan menjadi catatan ambisius yang tak tuntas?

Berita Lainnya