Resesi Global di Depan Mata: Apa Peran Pemerintah dan Bank Sentral?

Resesi global menjadi ancaman nyata yang dapat mengguncang perekonomian, termasuk Indonesia. Namun, jangan panik. Pemerintah dan Bank Sentral tidak tinggal diam. Mereka memiliki dua senjata utama: kebijakan fiskal dan moneter. Artikel ini akan mengupas tuntas apa itu resesi, bagaimana dua "jurus" andalan tersebut bekerja, serta langkah-langkah konkret yang disiapkan untuk melindungi ekonomi dan masyarakat dari badai ekonomi global.

EDUKASIMAKRO EKONOMI

6/18/20254 min read

Resesi Global di Depan Mata: Apa Jurus Pemerintah dan Bank Sentral untuk Selamatkan Ekonomi? | NuntiaNews
Resesi Global di Depan Mata: Apa Jurus Pemerintah dan Bank Sentral untuk Selamatkan Ekonomi? | NuntiaNews
Badai Ekonomi Semakin Dekat: Membedah Peran Pemerintah dan Bank Sentral dalam Menghadapi Resesi Global

Dunia kembali berhadapan dengan momok yang mengkhawatirkan: resesi global. Istilah yang seringkali terdengar berat dan rumit ini pada dasarnya merujuk pada periode perlambatan ekonomi yang signifikan di seluruh dunia. Aktivitas ekonomi seperti produksi, perdagangan, dan investasi menurun, yang dampaknya bisa menjalar ke mana-mana, mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga melemahnya daya beli masyarakat.

Bagi Indonesia, negara dengan ekonomi terbuka, ancaman ini bukanlah isapan jempol. Perlambatan ekonomi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan China dapat secara langsung memukul kinerja ekspor andalan kita. Arus modal asing yang krusial bagi investasi juga bisa tiba-tiba "pulang kampung", menyebabkan nilai tukar Rupiah tertekan. Lantas, di tengah ketidakpastian ini, siapa yang menjadi nakhoda kapal ekonomi kita? Jawabannya ada pada dua pilar utama: Pemerintah dan Bank Sentral, dalam hal ini Bank Indonesia. Keduanya memiliki peran dan "senjata" yang berbeda namun saling melengkapi untuk menavigasi badai ini.

Tim Pemerintah: Kebijakan Fiskal sebagai Stimulus Ekonomi

Ketika ekonomi lesu, Pemerintah bertindak sebagai "pemain" yang dapat secara langsung menyuntikkan dana dan semangat ke dalam perekonomian. Instrumen yang digunakan disebut kebijakan fiskal, yang secara sederhana adalah kebijakan yang mengatur pengeluaran dan pendapatan negara (terutama melalui pajak).

Saat resesi membayangi, pemerintah akan menerapkan kebijakan fiskal ekspansif. Tujuannya adalah untuk mendorong permintaan agregat—total permintaan barang dan jasa dalam perekonomian—agar roda ekonomi kembali berputar. Berikut adalah jurus-jurus andalan dari kebijakan fiskal:

  1. Meningkatkan Belanja Pemerintah: Ini adalah langkah paling langsung. Pemerintah dapat menggenjot proyek-proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol, bendungan, pelabuhan, atau bahkan renovasi sekolah dan rumah sakit. Proyek-proyek ini tidak hanya menyerap banyak tenaga kerja, mengurangi angka pengangguran, tetapi juga menciptakan efek domino (multiplier effect). Perusahaan konstruksi mendapatkan kontrak, pemasok material kebanjiran pesanan, dan para pekerja memiliki uang untuk dibelanjakan, yang pada akhirnya menggerakkan sektor-sektor lain.

  2. Pemotongan Pajak: Apa yang terjadi jika pajak penghasilan Anda dipotong? Tentu, Anda memiliki lebih banyak uang di kantong untuk dibelanjakan. Inilah tujuan dari pemotongan pajak. Dengan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pemerintah berharap dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Ketika masyarakat lebih banyak berbelanja, pabrik-pabrik akan meningkatkan produksi dan bisnis ritel akan kembali ramai. Insentif pajak untuk dunia usaha juga bisa diberikan untuk mendorong mereka berinvestasi dan tidak melakukan PHK.

  3. Bantuan Sosial (Bansos): Untuk melindungi kelompok masyarakat paling rentan yang paling terdampak oleh resesi, pemerintah akan memperkuat jaring pengaman sosial. Program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), subsidi untuk kebutuhan pokok seperti energi dan pangan, serta program keluarga harapan menjadi sangat krusial. Tujuannya adalah menjaga agar konsumsi rumah tangga—yang merupakan penopang utama ekonomi Indonesia—tidak anjlok terlalu dalam.

Menghadapi potensi perlambatan di tahun 2025, Pemerintah Indonesia telah mengindikasikan akan fokus pada penguatan ekonomi domestik. APBN akan diarahkan untuk menjaga daya beli melalui program perlindungan sosial, mendorong sektor pariwisata dalam negeri, serta memberikan dukungan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Tim Bank Sentral: Kebijakan Moneter sebagai Penjaga Stabilitas

Jika pemerintah bermain langsung di lapangan riil, maka Bank Indonesia (BI) berperan sebagai "wasit" dan penjaga stabilitas dari sisi keuangan. Senjata utamanya adalah kebijakan moneter, yaitu kebijakan untuk mengontrol jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga. Tujuannya adalah menjaga stabilitas nilai Rupiah, mengendalikan inflasi, dan memastikan sistem keuangan tetap sehat.

Dalam menghadapi resesi, BI akan menerapkan kebijakan moneter akomodatif atau ekspansif. Tujuannya adalah membuat uang lebih murah dan lebih mudah diakses untuk mendorong pinjaman dan investasi. Inilah jurus-jurus dari Bank Sentral:

  1. Menurunkan Suku Bunga Acuan (BI-Rate): Ini adalah instrumen paling ampuh. Ketika BI menurunkan suku bunga acuannya, suku bunga pinjaman di bank-bank komersial idealnya akan ikut turun. Bunga kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan, dan kredit modal kerja bagi perusahaan menjadi lebih murah. Hal ini akan merangsang masyarakat dan pengusaha untuk meminjam uang—baik untuk konsumsi maupun untuk ekspansi bisnis—sehingga aktivitas ekonomi meningkat. Baru-baru ini, BI telah mengambil langkah antisipatif dengan menurunkan BI-Rate untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

  2. Operasi Pasar Terbuka: Jangan terkecoh dengan namanya yang kompleks. Sederhananya, ini adalah cara BI "menyiramkan" uang ke dalam sistem perbankan. BI akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang dipegang oleh bank-bank. Dengan begitu, bank akan memiliki lebih banyak uang tunai (likuiditas) yang siap untuk disalurkan sebagai kredit kepada masyarakat dan dunia usaha.

  3. Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM): Setiap bank wajib menyimpan sejumlah dana di Bank Indonesia, yang disebut GWM. Dengan menurunkan rasio GWM, BI memberikan keleluasaan bagi bank untuk memiliki lebih banyak dana yang bisa diputar dan dipinjamkan ke publik.

  4. Menjaga Stabilitas Rupiah: Di tengah gejolak global, nilai tukar Rupiah seringkali menjadi korban. BI akan melakukan intervensi di pasar valuta asing, menggunakan cadangan devisa untuk membeli Rupiah saat nilainya terlalu lemah. Stabilitas nilai tukar sangat penting untuk menjaga kepercayaan investor dan mengendalikan inflasi dari barang-barang impor.

Selain instrumen di atas, BI juga terus mendorong digitalisasi sistem pembayaran (seperti QRIS) untuk membuat transaksi lebih efisien dan memperluas inklusi keuangan, yang pada akhirnya turut menopang perputaran ekonomi.

Kolaborasi Adalah Kunci

Kebijakan fiskal dan moneter tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Keduanya harus dikoordinasikan dalam sebuah "orkestra" kebijakan ekonomi yang harmonis. Stimulus fiskal dari pemerintah tidak akan efektif jika suku bunga pinjaman masih terlalu tinggi. Sebaliknya, suku bunga rendah dari BI tidak akan banyak membantu jika daya beli masyarakat anjlok dan tidak ada kepercayaan untuk berinvestasi.

Oleh karena itu, koordinasi yang erat antara Pemerintah (melalui Kementerian Keuangan) dan Bank Indonesia adalah kunci mutlak untuk melewati ancaman resesi global. Dengan menggabungkan belanja pemerintah yang tepat sasaran, insentif pajak yang cerdas, bantuan sosial yang efektif, serta kebijakan suku bunga dan likuiditas yang akomodatif, Indonesia memiliki peluang lebih besar untuk menjaga ketahanan ekonominya dan melindungi kesejahteraan warganya dari dampak terburuk badai ekonomi global.

Berita Lainnya