Saham Adobe Anjlok karena Investor Ragukan ROI Cepat dari AI

Harga saham Adobe merosot tajam setelah para investor menyuarakan kekhawatiran atas kecepatan pengembalian investasi (ROI) dari proyek kecerdasan buatan (AI) perusahaan. Ketidakpastian jangka pendek membayangi strategi jangka panjang Adobe dalam memonetisasi teknologi AI.

AISAHAM

6/14/20252 min read

Saham Adobe Anjlok karena Investor Ragukan ROI Cepat dari AI | NuntiaNews
Saham Adobe Anjlok karena Investor Ragukan ROI Cepat dari AI | NuntiaNews

Saham Adobe Inc. mengalami penurunan signifikan minggu ini, ditutup melemah lebih dari 7% setelah laporan pendapatan kuartalan memicu kekhawatiran di kalangan investor terhadap kecepatan pengembalian investasi dari inisiatif kecerdasan buatan (AI) perusahaan. Penurunan ini mencerminkan meningkatnya keraguan pasar atas kemampuan Adobe untuk segera mengubah investasi besar di AI menjadi pendapatan yang signifikan dalam waktu dekat.

Dalam laporan keuangan terbarunya, Adobe memang membukukan pertumbuhan pendapatan tahunan sebesar 10%, didorong oleh peningkatan langganan Creative Cloud dan Document Cloud. Namun, para analis dan investor lebih menyoroti komentar CEO Shantanu Narayen yang menyatakan bahwa “monetisasi penuh dari teknologi AI generatif masih membutuhkan waktu.”

Menurut laporan dari CNBC dan Bloomberg, Adobe telah menginvestasikan miliaran rupiah dalam pengembangan AI internal, termasuk integrasi Firefly AI ke dalam Photoshop dan Illustrator. Teknologi ini memungkinkan pengguna untuk menghasilkan gambar atau desain hanya dengan perintah teks, dan telah menunjukkan daya tarik besar secara teknis. Namun, pengaruhnya terhadap pertumbuhan pendapatan belum sesuai ekspektasi pasar.

“Adobe secara teknis berada di garis depan AI kreatif, tetapi pasar ingin melihat dampak langsung ke neraca keuangan,” ujar analis teknologi di JPMorgan, Lisa Huang.

Para investor kini menyoroti dua masalah utama: waktu yang dibutuhkan untuk adopsi massal AI kreatif oleh pengguna serta model monetisasi yang belum terbukti secara komersial. Beberapa pihak menyebut bahwa harga produk yang disuntik AI masih terlalu mahal bagi pengguna individu atau bisnis kecil.

Selain itu, meningkatnya persaingan dari platform berbasis AI generatif seperti Canva AI, Figma (pasca akuisisi oleh Google), dan berbagai startup open-source dari China dan India memperketat ruang kompetitif. Adobe kini terjebak di antara mempertahankan pangsa pasar tradisional dan mendorong adopsi AI inovatif yang belum memberikan imbal hasil langsung.

Meski begitu, perusahaan tetap optimistis. Dalam konferensi pers pasca laporan pendapatan, Narayen menegaskan bahwa “AI adalah masa depan industri kreatif, dan kami membangun fondasi kuat untuk pertumbuhan jangka panjang.” Adobe juga mengumumkan kemitraan baru dengan universitas-universitas terkemuka untuk mendidik generasi kreator berikutnya menggunakan teknologi Firefly.

Di tengah tekanan pasar, beberapa investor jangka panjang tetap yakin bahwa penurunan ini hanya bersifat sementara. “Ini hanyalah penyesuaian ekspektasi. Inovasi memerlukan waktu,” kata Daniel Kim dari ARK Invest.

Namun, dalam jangka pendek, saham Adobe akan menghadapi volatilitas tinggi, terutama jika pendapatan dari divisi AI tidak segera menunjukkan peningkatan konkret. Analis memperkirakan perusahaan harus membuktikan monetisasi AI secara lebih nyata dalam dua kuartal ke depan untuk memulihkan kepercayaan pasar.

Berita Lainnya