Surplus Perdagangan Indonesia Capai Rekor Tertinggi: 80,5 Triliun pada Mei 2025

Indonesia mencatatkan surplus perdagangan terbesar sepanjang sejarah pada Mei 2025, mencapai USD 4,9 miliar atau setara dengan lebih dari rupiah 80,5 triliun. Peningkatan ekspor dan penurunan impor jadi kunci pencapaian ini. Apa dampaknya bagi ekonomi nasional?

MAKRO EKONOMI

6/17/20253 min read

Surplus Perdagangan Indonesia Capai Rekor Tertinggi: 80,5 Triliun pada Mei 2025 | NuntiaNews
Surplus Perdagangan Indonesia Capai Rekor Tertinggi: 80,5 Triliun pada Mei 2025 | NuntiaNews

Indonesia kembali mencatatkan sejarah baru di kancah perdagangan internasional. Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Senin, 17 Juni 2025, neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2025 mengalami surplus sebesar USD 4,9 miliar—angka tertinggi sepanjang sejarah sejak pencatatan dimulai. Jika dikonversikan, angka ini setara dengan lebih dari rupiah 80,5 triliun, tergantung pada fluktuasi kurs harian.

Surplus ini bukan hanya besar dari segi angka, tapi juga mencerminkan dinamika penting dalam perekonomian nasional, mulai dari peningkatan daya saing ekspor, penyesuaian konsumsi dalam negeri, hingga potensi stabilitas kurs dan neraca pembayaran.

Ekspor Melonjak: Batu Bara dan Minyak Sawit Pimpin

Ekspor Indonesia pada Mei mencapai USD 22,3 miliar, naik 2,9% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month). Kinerja ekspor ini terutama ditopang oleh:

  • Batu bara, yang melonjak seiring meningkatnya permintaan dari China dan India akibat gelombang panas dan lonjakan kebutuhan energi.

  • Minyak kelapa sawit (CPO), yang mengalami kenaikan harga internasional karena penurunan produksi dari negara pesaing seperti Malaysia.

  • Produk logam mulia, terutama nikel olahan, yang menjadi primadona ekspor seiring pertumbuhan industri baterai kendaraan listrik dunia.

Ekspor ke beberapa mitra dagang utama juga menunjukkan tren positif, di antaranya:

  • China: USD 5,2 miliar (naik 4,1%)

  • India: USD 2,1 miliar (naik 5,7%)

  • Amerika Serikat: USD 2,7 miliar (stabil, namun tetap dominan)

  • Uni Eropa: USD 1,9 miliar (naik tipis 1,2%)

Impor Menurun: Efisiensi Produksi Dalam Negeri?

Sementara itu, nilai impor Indonesia pada Mei tercatat sebesar USD 17,4 miliar, mengalami penurunan sekitar 5,2% dibandingkan April 2025. Penurunan ini utamanya terjadi pada kelompok barang:

  • Bahan baku industri tekstil dan otomotif

  • Produk pangan impor seperti gandum dan susu

  • Mesin industri berat

Pengamat ekonomi dari LPEM UI, Dr. Rina Suryani, menyebut bahwa tren penurunan impor ini bisa mengindikasikan dua hal:

“Pertama, ada kemungkinan efisiensi dalam sektor industri domestik, terutama karena makin banyak perusahaan yang menggunakan bahan lokal. Kedua, bisa jadi juga karena penurunan permintaan akibat tekanan konsumsi rumah tangga pasca-Ramadan.”

Dampak Surplus Terhadap Ekonomi Domestik

1. Stabilitas Nilai Tukar Rupiah

Surplus perdagangan menciptakan aliran devisa yang positif ke dalam negeri. Ini mendukung cadangan devisa Indonesia yang sangat penting dalam menjaga stabilitas rupiah terhadap mata uang asing.

Per 14 Juni 2025, kurs rupiah stabil di kisaran rupiah 16.440 per USD, naik tipis dari pekan sebelumnya. Investor internasional juga memandang ini sebagai sinyal kuat bahwa Indonesia tetap berada dalam jalur ekonomi sehat.

2. Potensi Ruang untuk Stimulus Ekonomi

Dengan cadangan devisa yang kuat dan neraca perdagangan yang positif, pemerintah punya ruang lebih besar untuk mengucurkan stimulus fiskal, khususnya untuk program-program seperti:

  • Makanan bergizi gratis

  • Subsidi UMKM

  • Dukungan insentif energi bersih dan ekspor industri hijau

3. Meningkatkan Kepercayaan Investor

Surplus perdagangan yang konsisten memberikan sinyal bahwa Indonesia memiliki struktur ekspor yang kuat dan ketahanan ekonomi yang baik. Ini memperkuat kepercayaan investor asing terhadap pasar Indonesia, terutama untuk sektor-sektor strategis seperti pertambangan, energi, dan manufaktur.

Risiko dan Tantangan ke Depan

Meski kinerja Mei sangat impresif, bukan berarti Indonesia bisa berpuas diri. Beberapa risiko tetap perlu diwaspadai:

  • Harga Komoditas Fluktuatif
    Kinerja ekspor Indonesia masih sangat tergantung pada harga komoditas global. Penurunan tajam harga batu bara atau CPO bisa langsung memukul surplus di bulan-bulan mendatang.

  • Tekanan Ekonomi Mitra Dagang
    Jika ekonomi China atau Eropa melambat, permintaan terhadap ekspor Indonesia bisa tergerus. Ketergantungan pada beberapa mitra besar masih tinggi.

  • Ketimpangan Industri Ekspor-Impor
    Surplus perdagangan belum tentu berdampak langsung pada sektor rumah tangga jika struktur ekspornya tidak inklusif. Barang-barang hasil tambang dan komoditas mentah masih mendominasi, belum terlalu menyerap tenaga kerja dalam negeri secara luas.

Kesimpulan

Surplus perdagangan Mei 2025 sebesar USD 4,9 miliar adalah kabar baik bagi perekonomian Indonesia. Ini menunjukkan kombinasi yang sehat antara naiknya ekspor dan turunnya impor, yang dalam konteks global hari ini sangat sulit dicapai.

Namun, kerja rumah masih banyak. Indonesia perlu mendorong diversifikasi ekspor, memperkuat industri hilir, dan membangun kemandirian teknologi produksi agar surplus ini bisa berkelanjutan dan inklusif.

Pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat harus memanfaatkan momentum ini untuk mempercepat transformasi ekonomi yang lebih tahan banting dan adil bagi semua lapisan rakyat.

Berita Lainnya