Surplus Perdagangan Indonesia Menyusut, Ekspor ke AS Turun Tajam

Surplus perdagangan Indonesia menyempit secara signifikan pada Mei 2025, didorong oleh penurunan tajam ekspor ke Amerika Serikat dan perlambatan permintaan global. Tren ini menjadi sinyal peringatan bagi perekonomian nasional yang masih bergantung pada ekspor komoditas utama.

MAKRO EKONOMI

6/3/20252 min read

Surplus Perdagangan Indonesia Menyusut, Ekspor ke AS Turun Tajam | NuntiaNews
Surplus Perdagangan Indonesia Menyusut, Ekspor ke AS Turun Tajam | NuntiaNews

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia mengalami penyusutan drastis pada bulan Mei 2025. Surplus yang sebelumnya stabil di kisaran Rp100 triliun, kini turun menjadi hanya sekitar Rp42 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh jatuhnya volume ekspor, terutama ke pasar Amerika Serikat, serta melemahnya permintaan global terhadap komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, minyak sawit, dan karet.

Menurut data BPS, total ekspor Indonesia pada Mei mencapai Rp378 triliun, turun 12% dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor ke Amerika Serikat menyusut hingga 28% dalam periode yang sama. Sementara itu, ekspor ke China juga menunjukkan penurunan moderat sebesar 6%, mencerminkan efek lanjutan dari perlambatan ekonomi global.

Penyebab Turunnya Ekspor

Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan penurunan ekspor Indonesia ke AS. Pertama, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa bulan terakhir membuat harga barang ekspor Indonesia menjadi relatif lebih mahal. Kedua, inflasi yang masih tinggi di AS menekan daya beli konsumen dan mengurangi permintaan barang impor. Selain itu, ketegangan dagang global dan pengetatan aturan bea masuk juga turut memperburuk situasi.

"Penurunan ekspor ke Amerika cukup tajam dan sangat berdampak, karena AS merupakan salah satu pasar utama non-komoditas seperti produk tekstil dan elektronik kita," ujar Kepala BPS, Irwan Daryanto, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/6).

Impor Meningkat di Tengah Ketidakpastian

Sementara ekspor menurun, impor Indonesia justru meningkat sebesar 8% pada Mei 2025, terutama untuk barang konsumsi dan bahan baku industri. Ini menjadi sinyal campuran: di satu sisi menunjukkan adanya aktivitas produksi domestik yang masih berjalan, namun juga mempersempit surplus perdagangan karena nilai impor lebih tinggi dibandingkan ekspor.

Impor bahan pangan seperti kedelai, gandum, dan daging juga meningkat, dipicu oleh melemahnya produksi domestik akibat perubahan iklim dan musim kemarau panjang.

Dampak terhadap Ekonomi Nasional

Penyusutan surplus perdagangan ini menjadi perhatian serius pemerintah karena berpotensi menekan stabilitas makroekonomi. Dengan cadangan devisa yang sedikit terkikis dan ketidakpastian pasar global, pemerintah diperkirakan akan mengambil langkah-langkah strategis untuk mendorong ekspor.

Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa pihaknya akan mempercepat upaya diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara berkembang seperti Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan, guna mengurangi ketergantungan terhadap AS dan China.

“Kita harus membangun peta ekspor baru dan menguatkan kerja sama dagang strategis dengan mitra non-tradisional,” kata Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.

Sektor Terdampak dan Prospek ke Depan

Sektor manufaktur, terutama industri tekstil dan elektronik, paling merasakan dampaknya. Pelaku industri mencatat penurunan pesanan dari AS sejak awal tahun, yang kini mencapai titik terendah dalam 18 bulan terakhir.

Namun, beberapa sektor seperti nikel dan kendaraan listrik justru mencatat pertumbuhan ekspor ke Eropa dan Asia Tenggara. Ini menunjukkan bahwa peluang masih terbuka lebar di tengah tantangan global, asalkan strategi industri diarahkan dengan tepat.

Ekonom senior dari LPEM FEB UI, Dr. Raden Satria, menambahkan, “Pelemahan ekspor akan memengaruhi pertumbuhan PDB kuartal kedua. Tapi jika pemerintah cepat merespons dengan stimulus ekspor dan relaksasi logistik, dampaknya bisa diminimalkan.”

Penutup

Surplus perdagangan yang menipis menjadi alarm bagi Indonesia untuk segera memperkuat daya saing ekspor nasional dan menyesuaikan arah kebijakan dagang. Dalam jangka pendek, upaya stabilisasi nilai tukar dan peningkatan produktivitas industri dalam negeri harus digenjot. Di sisi lain, diplomasi dagang dan diversifikasi pasar menjadi kunci utama untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional dalam jangka panjang.

Berita Lainnya