Sepak Bola | MAKRO EKONOMI | TEKNOLOGI | AI dan robot | Crypto | EDUKASI
Tarif Trump Kembali Berlaku: Amerika Serikat Menuju Arah Perdagangan yang Lebih Agresif?
Pada 29 Mei 2025, Pengadilan Banding Federal AS mengabulkan permohonan darurat dari pemerintahan Donald Trump untuk mengaktifkan kembali paket tarif perdagangan terhadap sejumlah negara mitra. Kebijakan ini, yang sempat dibatalkan oleh pengadilan sebelumnya, kini kembali menjadi pusat kontroversi global dengan dampak luas terhadap pasar, mitra dagang, dan arah ekonomi global.
MAKRO EKONOMI
5/30/20253 min read


Amerika Serikat kembali mengguncang lanskap ekonomi global dengan diaktifkannya kembali tarif Trump, serangkaian kebijakan dagang proteksionis yang sempat dinyatakan tidak sah oleh pengadilan pada awal tahun. Keputusan ini muncul setelah Pengadilan Banding Federal AS menyetujui permohonan sementara dari administrasi Donald Trump, yang saat ini mencalonkan diri kembali dalam Pilpres 2026.
Langkah tersebut menuai reaksi cepat dari mitra dagang internasional seperti Tiongkok, Uni Eropa, dan Meksiko, serta menimbulkan ketidakpastian baru di pasar keuangan global yang sudah tertekan oleh perlambatan ekonomi dan ketegangan geopolitik.
Tarif “Liberation Day” Kembali Aktif
Tarif yang dimaksud adalah bagian dari kebijakan “Liberation Day Tariffs” yang awalnya diluncurkan pada tahun 2018, mencakup bea masuk antara 10% hingga 25% pada produk baja, aluminium, barang elektronik, komponen otomotif, dan barang-barang konsumen seperti sepatu, tekstil, hingga peralatan rumah tangga.
Pada Maret 2025, pengadilan tingkat pertama memutuskan bahwa tarif-tarif ini melanggar ketentuan Undang-Undang Perdagangan Internasional karena diberlakukan secara sepihak tanpa justifikasi keamanan nasional yang memadai. Namun, pemerintahan Trump mengajukan banding dan kini berhasil mendapatkan putusan sementara untuk mengaktifkan kembali kebijakan tersebut sambil menunggu hasil akhir persidangan.
“Tarif ini adalah bagian penting dari strategi kedaulatan ekonomi kami. Kami tidak akan tunduk pada ketergantungan global yang melemahkan pekerja Amerika,” ujar juru bicara Gedung Putih dalam konferensi pers usai putusan tersebut diumumkan.
Reaksi Global: Ketegangan Kembali Memuncak
Kebijakan ini segera memicu tanggapan keras dari berbagai negara mitra dagang:
Uni Eropa menyatakan keprihatinan mendalam dan sedang mempertimbangkan balasan tarif terhadap produk pertanian dan teknologi asal AS.
Tiongkok mengecam langkah tersebut sebagai bentuk “unilateralisme ekonomi” dan menyatakan siap mengambil tindakan timbal balik jika dialog dagang gagal dilakukan.
Meksiko dan Kanada menyuarakan keprihatinan atas pelanggaran semangat perjanjian dagang USMCA yang seharusnya melindungi pasar bebas regional.
Para analis memperingatkan bahwa siklus pembalasan tarif ini berpotensi memicu mini trade war baru di tengah upaya pemulihan ekonomi global pascapandemi dan krisis energi.
Dampak Domestik: Konsumen AS Hadapi Inflasi Tambahan
Selain reaksi eksternal, keputusan ini diperkirakan akan berdampak langsung terhadap konsumen dan pelaku usaha di AS sendiri. Dengan biaya impor yang meningkat, harga produk-produk konsumsi seperti elektronik, pakaian, hingga mobil diperkirakan naik dalam beberapa bulan ke depan.
Dana Mitchell, Kepala Ekonom di Brookings Institution, menjelaskan bahwa kebijakan ini bisa menjadi bumerang:
“Dalam jangka pendek, tarif ini bisa memicu inflasi barang konsumsi dan menekan daya beli rumah tangga kelas menengah. Ini ironis, karena target politik dari tarif ini justru adalah perlindungan terhadap pekerja domestik.”
Sementara itu, asosiasi pengusaha kecil menengah (SME United States) menyatakan kekhawatiran bahwa biaya bahan baku yang lebih tinggi akan mengurangi margin laba dan memaksa banyak usaha untuk menaikkan harga atau merumahkan pekerja.
Narasi Politik: Strategi Elektoral Donald Trump?
Kembalinya tarif ini tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik dalam negeri AS. Donald Trump, yang telah mengumumkan pencalonannya kembali dalam Pilpres 2026, menggunakan isu perdagangan sebagai salah satu senjata utama untuk meraih dukungan dari basis pekerja industri dan kelompok nasionalis ekonomi.
Dengan retorika “America First 2.0”, Trump menekankan bahwa hanya dengan memperkuat proteksi ekonomi domestik, AS bisa merebut kembali pekerjaan dan manufaktur yang hilang akibat globalisasi.
Namun, para kritikus menyebut kebijakan ini sebagai langkah populis jangka pendek yang berisiko merusak kredibilitas AS di mata dunia.
Pasar Bereaksi: Volatilitas Meningkat
Pasar saham dan komoditas global bereaksi negatif terhadap pengumuman ini:
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 1,8% pada penutupan 29 Mei, dipimpin oleh pelemahan saham manufaktur dan ritel.
Harga logam industri seperti tembaga dan aluminium naik lebih dari 3% karena ekspektasi gangguan rantai pasok.
Nilai tukar dolar AS menguat terhadap euro dan yuan, menunjukkan investor cenderung kembali ke aset aman (flight to safety).
Bank Sentral AS (The Fed) belum mengeluarkan pernyataan resmi, namun para analis memprediksi bahwa peningkatan tarif dapat memperumit upaya penurunan inflasi secara terkendali.
Apa Selanjutnya?
Putusan ini bersifat sementara, dan proses hukum atas legalitas tarif Trump masih akan berlanjut di tingkat federal. Jika pengadilan pada akhirnya membatalkan kebijakan ini, pemerintahan Trump akan menghadapi dilema besar dalam menjelaskan strategi dagangnya.
Sementara itu, WTO (World Trade Organization) juga sedang meninjau apakah AS telah melanggar ketentuan perdagangan internasional. Jika terbukti, negara-negara mitra berhak menuntut ganti rugi atau menerapkan tarif balasan yang sah secara multilateral.
Kesimpulan
Aktivasi kembali tarif Trump menjadi momen penting yang menunjukkan betapa kebijakan ekonomi dan perdagangan internasional kini semakin politis dan penuh risiko. Di tengah ketidakpastian global, langkah ini bisa menjadi awal dari babak baru ketegangan dagang – atau justru menjadi katalis untuk merumuskan ulang arsitektur perdagangan dunia yang lebih adil.
Yang jelas, dunia kini kembali mengalihkan pandangannya ke Washington. Dan sekali lagi, nasib ekonomi global sebagian besar ditentukan oleh arah kebijakan Amerika Serikat.
Berita Lainnya
NuntiaNews
Informasi terbaru tentang Teknologi terbaru seperti AI, Crypto dan Robot, Makro Ekonomi serta Edukasi
HALAMAN
Analisis
© 2025 NuntiaNews. All rights reserved.