Sepak Bola | MAKRO EKONOMI | TEKNOLOGI | AI dan robot | Crypto | EDUKASI
The Fed Tahan Suku Bunga, Isyaratkan Dua Kali Pemangkasan Menjelang Akhir 2025
Federal Reserve Amerika Serikat memutuskan untuk menahan suku bunga di kisaran 4,25–4,50% dalam rapat 18 Juni 2025. Meski inflasi melandai, The Fed menyatakan bahwa dua pemangkasan suku bunga mungkin akan dilakukan sebelum akhir tahun, bergantung pada data inflasi, pasar tenaga kerja, dan risiko dari tarif serta geopolitik global.
MAKRO EKONOMIBANK
6/18/20253 min read


Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, kembali menahan suku bunga acuannya pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) 18 Juni 2025. Keputusan ini diambil di tengah inflasi yang mulai melandai, ketegangan geopolitik global, dan bayang-bayang kebijakan tarif yang dapat menekan daya beli konsumen. Meski demikian, The Fed mengisyaratkan bahwa akan ada dua kali pemangkasan suku bunga sebelum akhir tahun — sebuah sinyal dovish yang ditunggu-tunggu pasar.
Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam konferensi pers usai rapat menyatakan bahwa bank sentral “akan terus berhati-hati dan bergantung pada data” sebelum benar-benar melonggarkan kebijakan moneternya.
Status Suku Bunga: Bertahan, Tapi Lebih Dekat ke Pelonggaran
Sejak menaikkan suku bunga secara agresif selama 2022–2023 untuk memerangi inflasi pascapandemi, The Fed telah mempertahankan suku bunga di kisaran tinggi, yakni 4,25%–4,50%, sejak awal 2024. Inflasi inti kini telah melandai ke kisaran 3% (CPI Mei 2025), jauh lebih rendah dibandingkan puncaknya yang mencapai 9,1% pada pertengahan 2022.
Namun, Powell menekankan bahwa ketidakpastian masih tinggi. “Kami belum bisa memastikan bahwa inflasi sepenuhnya terkendali. Terutama karena risiko baru seperti kebijakan tarif dan konflik geopolitik masih dapat memicu lonjakan harga secara tiba-tiba,” ujar Powell.
Proyeksi Ekonomi The Fed: Lebih Lemah, Lebih Hati-Hati
Dalam rilis dot plot terbarunya, The Fed memperkirakan:
Pertumbuhan PDB AS tahun 2025 akan melambat ke 1,4%, turun dari 1,8% sebelumnya.
Tingkat pengangguran diproyeksi naik menjadi 4,5%, dari 3,9% di awal tahun.
Inflasi PCE (Personal Consumption Expenditure) diperkirakan berada di 3%, lebih tinggi dari target 2%.
Suku bunga akhir tahun diproyeksi turun ke 3,75%–4,00%, dengan dua pemangkasan 25 bps pada kuartal III dan IV 2025.
Apa yang Menahan The Fed? Tarif dan Geopolitik
Meskipun inflasi mulai terkendali dan pertumbuhan melambat, dua hal utama menjadi perhatian The Fed:
Kebijakan Tarif AS terhadap China dan negara lainnya.
Pemerintahan AS sedang mempertimbangkan tarif tambahan terhadap produk teknologi, kendaraan listrik, dan baja dari China, sebagai bagian dari strategi proteksi industri dalam negeri.Ketegangan Geopolitik: Konflik Israel–Iran.
Konflik ini sempat mendorong harga minyak mentah Brent ke atas $90 per barel, sebelum akhirnya turun ke kisaran $75 setelah adanya kabar negosiasi damai. Namun, volatilitas ini menciptakan ketidakpastian terhadap stabilitas harga energi global.
Powell menegaskan bahwa “setiap kenaikan harga energi atau barang impor akibat tarif bisa menyalurkan tekanan baru terhadap inflasi jangka pendek, dan itulah yang kami perhitungkan dengan sangat cermat.”
Dolar Menguat, Emas Stabil, Saham Mendatar
Setelah pengumuman The Fed:
Dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang global, termasuk euro dan yen.
Indeks S&P 500 bergerak datar, mencerminkan pasar yang telah mengantisipasi hasil ini.
Harga emas tetap stabil di kisaran $2.320 per ons, didukung oleh permintaan sebagai safe-haven.
Yield obligasi AS 10 tahun turun menjadi 4,10%, menandakan pasar masih melihat pelonggaran di depan.
Emerging Market dan Rupiah Harus Waspada
Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, keputusan The Fed ini menjadi pedang bermata dua:
Di satu sisi, ketahanan The Fed menahan suku bunga memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertahankan kebijakan moneter tanpa tekanan besar terhadap nilai tukar rupiah.
Di sisi lain, kekhawatiran pasar terhadap volatilitas global membuat aliran modal ke pasar negara berkembang bisa tersendat, dan ketidakpastian harga komoditas — terutama minyak — bisa mengerek subsidi energi dalam APBN.
Ekonom dari Standard Chartered menyebutkan:
“Jika The Fed benar-benar memangkas suku bunga pada September, itu akan menjadi sinyal positif bagi pasar emerging, tetapi risiko tarif dan geopolitik tetap harus diawasi ketat.”
Sinyal Optimisme, Tapi Jalannya Masih Panjang
Keputusan The Fed menahan suku bunga dan memberikan panduan pemangkasan dua kali tahun ini menjadi angin segar bagi pasar finansial global. Namun, Powell dan tim tetap meyakinkan bahwa mereka tidak tergesa-gesa dan akan terus bergantung pada data.
Investor dan pelaku usaha di seluruh dunia kini menantikan data inflasi Juni–Juli dan langkah AS selanjutnya terkait tarif serta penyelesaian diplomatik konflik Timur Tengah. Karena di balik sinyal optimisme, bayangan risiko masih belum benar-benar sirna.
Berita Lainnya
NuntiaNews
Informasi terbaru tentang Teknologi terbaru seperti AI, Crypto dan Robot, Makro Ekonomi serta Edukasi
HALAMAN
Analisis
© 2025 NuntiaNews. All rights reserved.