Sepak Bola | MAKRO EKONOMI | TEKNOLOGI | AI dan robot | Crypto | EDUKASI
Wall Street Terkoreksi Tajam Imbas Negosiasi Dagang AS–China yang Mandek
Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali meningkat, membuat indeks utama Wall Street terkoreksi. Investor khawatir mandeknya negosiasi dapat mengganggu rantai pasokan global dan memperlambat pemulihan ekonomi dunia.
MAKRO EKONOMI
6/11/20253 min read


Wall Street Terkoreksi Tajam Imbas Negosiasi Dagang AS–China yang Mandek
New York — Pasar saham Amerika Serikat (Wall Street) mencatat penurunan tajam pada hari Senin (10 Juni 2025) waktu setempat, dipicu kekhawatiran mendalam atas mandeknya pembicaraan dagang antara Washington dan Beijing. Ketegangan dagang yang tak kunjung mereda memunculkan ketidakpastian global, mendorong investor beralih ke aset safe haven dan menjauhi saham-saham berisiko.
Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 1,6%, S&P 500 terkoreksi 1,4%, dan Nasdaq Composite turun hingga 1,9%. Penurunan ini merupakan yang terbesar dalam sebulan terakhir dan menyapu bersih kenaikan yang sempat dicapai pada awal Juni.
Mandeknya Negosiasi: Masalah Teknis atau Strategi Politik?
Pemerintah AS dan China sebelumnya dijadwalkan melanjutkan perundingan terkait pengurangan tarif dan restrukturisasi ketentuan ekspor teknologi strategis. Namun, pernyataan dari Kantor Perwakilan Dagang AS mengindikasikan bahwa kedua belah pihak masih "berjarak jauh" dalam sejumlah isu struktural, termasuk hak kekayaan intelektual, transparansi subsidi industri, dan keamanan data digital.
Beijing menuduh Washington menggunakan tarif sebagai alat negosiasi koersif, sementara Gedung Putih menegaskan bahwa penyesuaian tarif tetap merupakan instrumen sah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dan melindungi kepentingan nasional.
"Kami tidak akan menandatangani kesepakatan yang mengorbankan kepentingan jangka panjang rakyat Amerika," kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam konferensi pers. Sementara itu, Kementerian Perdagangan China menyebut pendekatan AS sebagai “tidak konstruktif dan bermuatan politis.”
Reaksi Pasar: Sektor Teknologi dan Industri Terseret
Saham-saham perusahaan teknologi dan manufaktur menjadi yang paling terpukul. Apple, yang sangat bergantung pada rantai pasokan dari China, kehilangan 3,2% nilai sahamnya. Begitu pula dengan Tesla (-2,8%), NVIDIA (-2,5%), dan Boeing (-2,9%).
“Pasar mulai menilai kembali optimisme pemulihan rantai pasokan global. Jika tarif tambahan benar-benar diberlakukan, kita bisa melihat tekanan signifikan terhadap margin keuntungan di sektor teknologi dan otomotif,” ujar Michael Hewson, kepala analis pasar di CMC Markets.
Investor juga mulai meningkatkan eksposur pada emas dan obligasi pemerintah AS, mendorong yield Treasury 10 tahun turun menjadi 4,11%. Ini mengindikasikan kekhawatiran jangka menengah terhadap potensi perlambatan ekonomi akibat hambatan perdagangan.
Ketegangan Lama, Dampak Baru
Konflik dagang AS–China bukan hal baru, namun ekskalasinya di tengah ketidakpastian global membuat pasar semakin sensitif. Apalagi, kedua negara sedang memasuki periode politik yang panas: AS akan menghadapi pemilu presiden pada November mendatang, sementara China memperketat pengawasan ekonomi digital dan ekspor bahan baku strategis.
Laporan Bank Dunia bulan lalu juga menyoroti bahwa konflik dagang AS–China dapat memotong pertumbuhan global hingga 0,6% jika ketegangan berlanjut selama dua kuartal berturut-turut. “Dampaknya tidak hanya pada dua negara, tetapi pada seluruh ekonomi dunia yang saling terkait,” jelas laporan tersebut.
Reaksi Global: Eropa dan Asia Terimbas
Pasar global turut merespons negatif. Indeks Euro Stoxx 50 turun 1,3%, sementara Nikkei 225 di Jepang terkoreksi 1,1% pada perdagangan Selasa pagi. Bursa Shanghai pun turun 0,9%, meski bank sentral China mengumumkan kebijakan pelonggaran moneter terbatas untuk menahan depresiasi yuan.
“Investor internasional semakin waspada. Ketika dua kekuatan ekonomi utama dunia bersitegang, volatilitas meningkat di seluruh pasar,” kata Emily Parker, analis global di Bloomberg Intelligence.
Arah Selanjutnya: Antisipasi atau Eskalasi?
Pelaku pasar kini menantikan pernyataan resmi dari Presiden AS Joe Biden, yang dijadwalkan memberikan keterangan mengenai arah kebijakan dagang pada akhir pekan ini. Sementara itu, rumor menyebutkan bahwa China tengah menyiapkan langkah balasan jika AS memutuskan untuk menambah tarif pada produk semikonduktor dan kendaraan listrik asal China.
Beberapa analis memperkirakan Wall Street akan tetap berada dalam zona volatilitas tinggi hingga ada kejelasan mengenai hasil negosiasi. “Volatilitas adalah harga dari ketidakpastian. Selama Washington dan Beijing masih tarik-menarik kepentingan, pasar akan terus bereaksi secara emosional,” ujar Seth Carpenter, ekonom kepala di Morgan Stanley.
Koreksi tajam Wall Street menandai kembali rapuhnya sentimen pasar global terhadap tensi geopolitik dan perdagangan. Ketegangan dagang AS–China yang terus berlangsung tidak hanya berdampak terhadap sektor teknologi dan manufaktur, tetapi juga menambah tekanan pada pertumbuhan ekonomi global. Dengan belum adanya sinyal perdamaian dari kedua belah pihak, investor disarankan untuk tetap berhati-hati menghadapi potensi guncangan lanjutan di minggu-minggu mendatang.
Berita Lainnya
NuntiaNews
Informasi terbaru tentang Teknologi terbaru seperti AI, Crypto dan Robot, Makro Ekonomi serta Edukasi
HALAMAN
Analisis
© 2025 NuntiaNews. All rights reserved.