Sepak Bola | MAKRO EKONOMI | TEKNOLOGI | AI dan robot | Crypto | EDUKASI
WSJ: Robot Antar-Makanan ‘Kena Getah’ di Jalanan AS
Laporan eksklusif The Wall Street Journal (27 Juni 2025) mengungkap lika-liku robot pengantar makanan di kota-kota dan kampus Amerika Serikat. Dari diseruduk skateboard sampai tersangkut salju, robot-robot lucu ini kian populer—namun juga jadi sasaran iseng dan vandalisme. Produsen kini berlomba menambah kecerdasan, fitur “self-righting”, dan sensor anti-pelecehan agar armada otonom benar-benar siap menaklukkan trotoar.
ROBOTTEKNOLOGI
6/27/20253 min read


1. Jalan Panjang Menuju “Last-Mile Nirwana”
Selama lima tahun terakhir, perusahaan logistik otonom di Amerika Serikat—mulai Starship Technologies, Serve Robotics, Coco hingga raksasa ritel seperti Domino’s—menebar ribuan robot mungil di trotoar kota dan kampus. Targetnya sederhana: memotong ongkos tenaga manusia dan mempercepat pengiriman jarak pendek.
Namun laporan mendalam The Wall Street Journal bertajuk “Flipped, Tricked and Stuck in Snow: The Streets Are Mean for Food Robots” menyingkap fakta bahwa “jalan raya” bagi robot ternyata tak semulus peta simulasi. wsj.com
2. Ujian di Medan Nyata
Di kampus University of Kentucky, seorang mahasiswa merekam aksi kawannya menendang robot hingga terguling; video berdurasi 12 detik itu langsung viral di TikTok. Di Minneapolis, unit milik Coco terjebak gundukan salju setinggi 10 cm. Sementara di Los Angeles, beberapa robot harus “parkir legal” di tepi zebra cross, menunggu lampu hijau seperti pejalan kaki sungguhan—hingga pengiriman es krim tunda 15 menit.
Problematika utama yang terungkap:
MasalahDampakTindakan Mitigasi*Vandalisme fisik (ditendang/ditabrak)Kerusakan kamera, delay pesananRangka lebih kokoh, sensor gerak 360°Gangguan cuaca (salju, genangan)Motor macet, baterai dropBan khusus segala medan, pemanas internalRintangan kota (trotoar sempit, kerucut lalu lintas)Robot tersangkut, memblokir pejalan kakiAlgoritme rute dinamis, “reverse mode”Perilaku jahil (menaruh batu di jalur sensor)Sensor kebingungan, robot berhentiDeteksi objek anomali, notifikasi operator
*Rencana/implementasi menurut produsen yang diwawancarai WSJ. wsj.com
3. Antara Gemas dan Geram – Psikologi Publik
Uniknya, robot-robot mungil ini memantik reaksi emosional ekstrem. Sebagian warga menyapa layaknya hewan peliharaan, bahkan membantu menegakkan robot yang terjungkal. Tidak sedikit pula yang menganggapnya “simbol distopia”—mencuri lapangan pekerjaan kurir manusia.
Di kampus-kampus, mahasiswa gemar menebak isi paket, berfoto selfie, hingga membuat akun penggemar Instagram khusus “robot kampus tersayang”. Sebaliknya, dosen sosiologi di UC Berkeley menilai “kehadiran robot mengurangi interaksi sosial informal” antara kurir manusia dan pelanggan.
4. Implikasi Ekonomi Rupiah Triliunan
Meskipun celaka kecil kerap terjadi, data internal perusahaan menunjukkan tingkat penyelesaian pengiriman tetap di atas 95 %—cukup untuk menarik investor. Menurut laporan PitchBook, total investasi ke startup robot last-mile global telah melampaui rupiah 96 triliun sepanjang kuartal I/2025, naik 28 % YoY.
Perhitungan kasar analis UBS menegaskan, bila satu robot menggantikan dua kurir manusia bergaji upah minimum AS, break-even tercapai dalam 11–14 bulan. Tak heran jejaring restoran cepat saji, apotek, hingga kedai kopi premium berlomba memasang unit uji coba.
5. Otak dan Otot Baru di Tahun 2026
Untuk meredam keluhan publik dan risiko hukum, pabrikan menyiapkan pembaruan generasi-4:
Fitur Self-Righting – sebuah lengan lipat mini yang muncul otomatis ketika robot terguling.
Speaker Peringatan Suara – jika diseret atau ditendang, robot berteriak “Tolong! Tolong!” sambil menyalakan lampu strobo.
AI Sentimen Lingkungan – kamera depth + model visi komputer yang mengenali gerakan agresif manusia di radius 2 m.
Ban All-Terrain & Heating Pad – mencegah roda membeku atau tergelincir di salju tipis.
Serve Robotics menyebut roadmap “City-Grade V4” akan diluncurkan Desember 2025; Starship sedang menguji prototipe serupa di Estonia dan Finlandia.
6. Regulasi & Etika di Persimpangan
Sejumlah kota—San Francisco, New York, Washington D.C.—mulai menetapkan izin trotoar: kecepatan maksimal robot 10 km/jam, wajib memberi ruang 90 cm bagi pejalan kaki, dan memiliki asuransi kewajiban publik.
Asosiasi Buruh Kurir Amerika menuntut “tarif izin platform” untuk setiap pengiriman robotik, guna “mengimbangi pendapatan manusia yang hilang”. Akademisi hukum teknologi—Prof. Danielle Citron (U. Virginia)—menyuarakan perlindungan hukum baru: pelecehan robot setara vandalisme properti, namun tanpa sanksi berlebihan yang menjerat anak di bawah umur iseng.
7. Peluang & Tantangan bagi Indonesia
Walau kasus terjadi di AS, resonansinya sampai Asia. Startup logistik lokal sudah menjajaki lisensi teknologi dengan Serve dan Ottonomy. Namun kondisi trotoar Jakarta—sering berlubang dan kurang lebar—menjadi catatan tersendiri.
Ke depan, Indonesia dapat:
Menyusun standar trotoar pintar sebelum membanjiri kota dengan robot.
Mendorong pilot project di kawasan tertutup (kampus, kawasan industri) untuk validasi teknis.
Menyiapkan kerangka regulasi asuransi & tanggung jawab agar insiden vandal tidak berujung kriminalisasi berlebihan tapi tetap melindungi investasi.
Jika berhasil, penghematan biaya pengiriman minuman kopi hingga 25 %—setara rupiah 3.500 per cangkir—bisa dinikmati konsumen.
8. Perspektif 2050 – Kota Berbagi Trotoar
Robotisasi last-mile hanyalah salah satu potongan puzzle “kota otonom” bersama taksi tanpa sopir, drone medis, dan lampu jalan IoT. Dengan proyeksi pertumbuhan pasar robot delivery global mencapai rupiah 480 triliun pada 2030 (data Allied Market Research), tantangan vandalisme hari ini ibarat “masa remaja” teknologi.
Sejarah membuktikan: mobil pun dulu dicerca sebagai “kereta setan berisik”. Kini trotoar pun akan belajar menerima ban kecil berlampu LED. Kuncinya: desain empati (robot lebih ramah), pendidikan publik, dan kejelasan regulasi.
🔚 PENUTUP
Laporan WSJ menyingkap sisi manusiawi—kadang brutal—dari penerapan robot cerdas di ruang publik. Di balik video viral robot tersungkur, ada pertanyaan serius: sejauh mana kota, bisnis, dan warga siap hidup berdampingan dengan mesin otonom?
Bagi industri, pelajaran mahal ini justru menjadi bahan bakar inovasi, memaksa desain lebih kokoh, AI lebih adaptif, dan interaksi manusia-robot yang lebih aman. Bagi investor, angka keberhasilan 95 % dan penghematan jutaan rupiah per tahun tetap menggiurkan.
Pada akhirnya, apakah robot pengantar makanan akan menjadi bahasa Indonesia digital di era urban modern, atau hanya “mainan mahal” yang rentan ditendang? Jawabannya sedang dirakit—di trotoar-trotoar keras Amerika, dan segera, di kota-kota Asia.
Berita Lainnya
NuntiaNews
Informasi terbaru tentang Teknologi terbaru seperti AI, Crypto dan Robot, Makro Ekonomi serta Edukasi
HALAMAN
Analisis
© 2025 NuntiaNews. All rights reserved.