Defisit Anggaran Tetap Meski Pendapatan Pajak Menurun

Pemerintah Indonesia tetap mempertahankan target defisit anggaran sebesar 2,53% dari PDB tahun 2025, meskipun terjadi penurunan tajam dalam pendapatan pajak dan penerimaan negara. Keputusan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal dan keberlanjutan program prioritas nasional.

MAKRO EKONOMI

4/13/20253 min read

Pemerintah Indonesia tetap mempertahankan target defisit anggaran sebesar 2,53% dari PDB tahun 2025, meskipun terjadi penurun
Pemerintah Indonesia tetap mempertahankan target defisit anggaran sebesar 2,53% dari PDB tahun 2025, meskipun terjadi penurun

Pada tahun 2025, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam sektor fiskal, terutama terkait penurunan tajam pendapatan negara. Namun, dalam menghadapi situasi yang kurang menguntungkan tersebut, pemerintah tetap berpegang teguh pada target defisit anggaran sebesar 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Keputusan ini menjadi sorotan berbagai pihak karena dilakukan di tengah melambatnya penerimaan pajak serta gejolak ekonomi global dan domestik.

Laporan dari Reuters (13 April 2025) menyebutkan bahwa pada dua bulan pertama tahun ini, pendapatan pajak menurun hampir 30%, dan total penerimaan negara mengalami kontraksi sebesar 20,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh menurunnya harga komoditas global dan perubahan metode pengumpulan pajak.

Baca juga Dampak Tarif AS terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Faktor Penyebab Penurunan Pendapatan Pajak

  1. Harga Komoditas Global Salah satu faktor utama yang menyebabkan turunnya pendapatan pajak adalah melemahnya harga komoditas ekspor andalan Indonesia, seperti batu bara dan kelapa sawit. Harga yang lebih rendah berarti laba korporasi dan nilai ekspor juga menurun, yang berdampak langsung pada penerimaan PPh Badan dan Bea Keluar.

  2. Perubahan Metode Perpajakan Pemerintah melakukan reformasi dalam sistem perpajakan, termasuk revisi dalam sistem e-faktur dan pemindahan sebagian besar pelayanan perpajakan ke sistem digital. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam jangka panjang, proses transisi ini justru memperlambat realisasi penerimaan dalam jangka pendek.

  3. Perlambatan Konsumsi Domestik Konsumsi rumah tangga — sebagai kontributor utama PDB Indonesia — juga menunjukkan pelemahan. Daya beli masyarakat melemah karena inflasi harga pangan, suku bunga tinggi, serta ketidakpastian ekonomi pasca transisi pemerintahan baru. Hal ini menyebabkan penurunan dalam penerimaan PPN dan PPh orang pribadi.

Mengapa Target Defisit Tetap Dipertahankan?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa meskipun terjadi penurunan penerimaan, target defisit sebesar 2,53% tetap realistis dan bisa dicapai. Beberapa alasan di balik keputusan ini:

  1. Stabilitas Makroekonomi Pemerintah berupaya mempertahankan kepercayaan investor dalam dan luar negeri. Dengan mempertahankan defisit di bawah batas 3% (seperti yang diatur dalam UU Keuangan Negara), Indonesia dapat menjaga stabilitas makro dan peringkat utang dari lembaga pemeringkat global seperti Fitch, Moody’s, dan S&P.

  2. Efisiensi dan Reprioritisasi Belanja Pemerintah melakukan realokasi anggaran ke program-program prioritas seperti makanan bergizi untuk anak sekolah, bantuan langsung tunai, dan pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Belanja yang tidak mendesak dipangkas atau ditunda untuk memastikan efisiensi anggaran.

  3. Penguatan Pembiayaan Domestik Untuk menutup celah anggaran, pemerintah berencana meningkatkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan menarik pinjaman bilateral dari lembaga internasional seperti Bank Dunia dan ADB dengan suku bunga rendah.

Baca juga Outlook Ekonomi Indonesia April 2025: Peluang dan Tantangan Ditengah Dinamika Global

Risiko dan Tantangan yang Dihadapi

Meski strategi pemerintah tampak solid, beberapa risiko tetap mengintai:

  • Ketergantungan terhadap utang jangka pendek Jika pendapatan pajak tak kunjung pulih, Indonesia bisa semakin bergantung pada pembiayaan melalui utang. Hal ini bisa menimbulkan beban bunga yang berat dalam APBN di masa depan.

  • Ketidakpastian Global Konflik dagang antara AS dan Tiongkok, kenaikan suku bunga global, serta potensi perlambatan ekonomi dunia juga bisa memperparah tekanan fiskal dan mempersempit ruang belanja pemerintah.

  • Kinerja Pemerintah Daerah Pengelolaan anggaran di daerah seringkali tidak optimal. Banyak proyek mandek, lambat serapan anggaran, dan rendahnya transparansi masih menjadi masalah struktural yang dapat mengganggu efektivitas belanja negara.

Baca juga Konflik Dagang AS-Tiongkok Ganggu Perdagangan Senilai $582 Miliar

Dampak pada Masyarakat dan Dunia Usaha

  1. Sektor Swasta Dunia usaha mengkhawatirkan potensi kenaikan pajak atau retribusi sebagai respons atas defisit fiskal. Beberapa pelaku industri menilai bahwa insentif fiskal yang dijanjikan pemerintah masih belum cukup untuk mendorong ekspansi usaha.

  2. Masyarakat Menengah Bawah Pemerintah menjanjikan tidak akan memangkas program perlindungan sosial. Namun, masyarakat tetap cemas akan potensi kenaikan harga barang pokok dan layanan publik jika kondisi anggaran semakin ketat.

  3. Investor Pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan karena kekhawatiran terhadap arah kebijakan fiskal. IHSG sempat turun tipis setelah rilis data APBN Februari, dan imbal hasil SBN jangka menengah mengalami kenaikan tipis akibat persepsi risiko fiskal.

Langkah Mitigasi dan Harapan ke Depan

Kementerian Keuangan sudah menyiapkan beberapa langkah antisipatif, antara lain:

  • Peningkatan Rasio Pajak terhadap PDB Melalui intensifikasi perpajakan, digitalisasi sistem perpajakan, dan integrasi basis data NIK dengan NPWP, pemerintah berharap rasio pajak terhadap PDB bisa meningkat ke angka 11-12% dalam 3 tahun ke depan.

  • Penerbitan Green Bonds Untuk menarik investor yang fokus pada proyek berkelanjutan, pemerintah berencana menerbitkan obligasi hijau (green bonds) guna membiayai proyek energi terbarukan dan infrastruktur rendah karbon.

  • Kerja Sama Multilateral Indonesia tengah memperkuat kerja sama dengan lembaga multilateral seperti IMF, ADB, dan Bank Dunia untuk mendapatkan dukungan teknis maupun pendanaan murah.

Baca juga IMF Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi Global Sebesar 3,3% Pada 2025

Kesimpulan

Keputusan pemerintah untuk mempertahankan defisit anggaran tahun 2025 sebesar 2,53% meskipun pendapatan pajak menurun drastis menunjukkan keseimbangan antara keberanian fiskal dan komitmen terhadap stabilitas makroekonomi. Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada implementasi kebijakan yang cepat, transparan, dan tepat sasaran.

Dalam jangka pendek, pemerintah harus menjaga kepercayaan pasar dan memastikan program prioritas tetap berjalan. Sementara dalam jangka menengah, reformasi fiskal dan struktur ekonomi perlu dipercepat agar Indonesia bisa keluar dari jebakan pertumbuhan rendah dan menghadapi tekanan global dengan lebih siap.

Berita Lainnya