China dan Indonesia Perkuat Kemitraan Strategis di Tengah Ketegangan Global
Presiden China Xi Jinping dan Presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto sepakat memperkuat kemitraan strategis komprehensif antara kedua negara. Percakapan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan ekonomi global, dan menandai momentum 75 tahun hubungan diplomatik China-Indonesia. Kerja sama mencakup infrastruktur, perdagangan, dan stabilitas kawasan.
MAKRO EKONOMI


Hubungan bilateral antara Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Indonesia mengalami penguatan signifikan setelah Presiden Tiongkok, Xi Jinping, dan Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, menggelar percakapan diplomatik pada 13 April 2025. Percakapan ini terjadi dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan diplomatik kedua negara dan menandai langkah baru dalam kerja sama strategis di kawasan Asia-Pasifik.
Dalam laporan resmi yang dirilis oleh kantor berita Xinhua dan dikutip oleh Reuters, Xi Jinping menyatakan bahwa “China siap bekerja sama dengan Indonesia untuk memperdalam kerja sama strategis, mendorong pembangunan bersama, dan menjaga stabilitas kawasan.”
Baca juga Dampak Tarif AS terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
🧩 Latar Belakang Diplomatik
Sejak menjalin hubungan resmi pada tahun 1950, hubungan diplomatik antara China dan Indonesia telah mengalami berbagai dinamika. Namun dalam dua dekade terakhir, kolaborasi kedua negara semakin erat, terutama dalam kerangka kerja sama ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan pertahanan kawasan.
Dengan latar belakang geopolitik yang semakin kompleks—terutama setelah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan China terkait tarif perdagangan—Indonesia dipandang sebagai mitra penting di kawasan oleh pemerintah Beijing.
Pertemuan jarak jauh antara Xi dan Prabowo dipandang sebagai respons strategis terhadap perubahan konstelasi global. Keduanya membahas penguatan kemitraan dalam bidang-bidang utama seperti:
Investasi dan infrastruktur melalui kelanjutan proyek-proyek Belt and Road Initiative (BRI),
Perdagangan bilateral yang mencapai angka $127 miliar pada tahun 2024,
Stabilitas regional, termasuk kerja sama dalam isu Laut China Selatan dan kawasan ASEAN,
Ketahanan energi dan pangan, mengingat ketergantungan Indonesia terhadap impor teknologi dan bahan baku dari China.
Baca juga Outlook Ekonomi Indonesia April 2025: Peluang dan Tantangan di Tengah Dinamika Global
🏗️ Infrastruktur & Belt and Road Initiative (BRI)
Salah satu poin penting yang dibahas adalah kelanjutan proyek-proyek infrastruktur melalui Belt and Road Initiative, seperti jalur kereta cepat Jakarta–Bandung yang telah diresmikan, dan rencana perluasan ke jalur Jakarta–Surabaya.
Prabowo menyatakan dukungannya terhadap proyek BRI dan menyebut kerja sama ini sebagai “bentuk konkret pembangunan berbasis kemitraan”. Ia menekankan pentingnya memastikan transfer teknologi dan keterlibatan BUMN Indonesia dalam setiap proyek baru.
China menyatakan kesiapannya untuk memperluas investasi di bidang:
Energi terbarukan (pembangkit listrik tenaga surya dan air),
Infrastruktur digital (termasuk jaringan 5G dan pusat data),
Pabrik baterai kendaraan listrik (EV) dan logistik pintar.
Menurut analis dari Shanghai Institute of International Studies, kerja sama ini “berpotensi mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap pasar Barat dan mempercepat integrasi ekonomi kawasan.”
📉 Konteks Ekonomi Global: Ketegangan Tarif AS-Tiongkok
Penting untuk dicatat bahwa pertemuan ini terjadi di tengah ketegangan perdagangan antara AS dan China yang kembali memanas. Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan gelombang tarif baru pada barang-barang impor asal Tiongkok, termasuk komponen elektronik dan baja.
Kondisi ini menciptakan ketidakpastian bagi rantai pasokan global, dan memaksa negara-negara seperti Indonesia untuk menavigasi situasi dengan diplomasi cermat. China ingin memperkuat jaringannya di Asia Tenggara sebagai benteng ekonomi sekaligus pengaruh geopolitik.
Baca juga Tarif Baru AS-Tiongkok Baru Guncang Industri Global
🧭 Stabilitas Kawasan & Peran ASEAN
Xi Jinping dalam pernyataannya menegaskan bahwa China mendukung peran sentral ASEAN dalam menjaga perdamaian dan stabilitas regional. Indonesia sebagai pemimpin informal ASEAN dinilai memiliki posisi strategis untuk menengahi isu-isu seperti:
Perselisihan di Laut China Selatan,
Transisi energi bersih di Asia Tenggara,
Ketahanan pangan dan logistik pasca-pandemi.
Prabowo, yang dikenal sebagai tokoh militer sekaligus nasionalis pragmatis, menekankan bahwa “Indonesia akan tetap non-blok, tetapi terbuka terhadap kerja sama yang saling menguntungkan dan menjaga kedaulatan nasional.”
Baca juga Forum China-ASEAN Serukan Pemanfaatan Bertanggung Jawab dan Kolaborasi Regional
📊 Dampak Ekonomi Potensial
Para ekonom memperkirakan bahwa peningkatan kerja sama ini dapat memberi dampak langsung terhadap:
Pertumbuhan Ekonomi: Investasi langsung dari China berpotensi menambah 0,3 – 0,5% terhadap PDB Indonesia dalam 2 tahun ke depan.
Lapangan Kerja: Proyek infrastruktur dan industri logistik akan membuka ribuan lapangan kerja, terutama di luar Pulau Jawa.
Cadangan Devisa: Peningkatan perdagangan bilateral dan investasi akan memperkuat posisi neraca pembayaran Indonesia.
Ketahanan Teknologi: Transfer teknologi dari China, terutama dalam sektor kendaraan listrik dan manufaktur cerdas, bisa mempercepat transformasi industri Indonesia.
Namun demikian, kritik tetap ada, terutama dari kelompok masyarakat sipil dan pengamat geopolitik yang khawatir terhadap dominasi perusahaan-perusahaan BUMN China di proyek strategis Indonesia.
Baca juga Defisit Anggaran Tetap Meski Pendapatan Pajak Menurun
🌐 Reaksi Internasional
Kabar pertemuan Xi–Prabowo disambut beragam oleh komunitas internasional. Uni Eropa menyatakan bahwa mereka “memantau dinamika diplomatik regional,” sementara analis AS memperkirakan bahwa Indonesia akan semakin memainkan peran penyeimbang dalam perebutan pengaruh di Indo-Pasifik.
Profesor Dewi Fortuna Anwar, pakar hubungan internasional Indonesia, menyebutkan:
"Indonesia berada di posisi unik—harus mampu menjaga kemitraan dengan China tanpa mengabaikan mitra tradisional seperti AS, Jepang, dan Uni Eropa."
🔮 Outlook ke Depan
Pertemuan ini tidak hanya menjadi simbol diplomasi tinggi, namun juga titik balik dalam hubungan bilateral yang semakin strategis. Pemerintah Indonesia akan menghadapi tantangan dalam mengatur keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan menjaga kedaulatan di tengah hegemoni kekuatan besar.
Sebagai negara berkembang dengan potensi pasar besar dan posisi geografis yang strategis, Indonesia memiliki peluang besar untuk mendapatkan manfaat maksimal dari kemitraan ini—selama tetap menjaga prinsip transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas.