Indonesia Dianggap Punya Ruang untuk Stimulus Fiskal dan Moneter di Tengah Ketidakpastian Global
Dengan tekanan eksternal yang terus meningkat, termasuk ancaman tarif dagang dari Amerika Serikat dan perlambatan ekonomi global, Indonesia dinilai masih memiliki ruang kebijakan yang memadai untuk memperkuat ekonomi domestik melalui kombinasi stimulus fiskal dan pelonggaran moneter. Pengamat internasional menyoroti stabilitas makroekonomi Indonesia sebagai modal kuat dalam menjaga pertumbuhan di tahun 2025.
MAKRO EKONOMI


Pada tahun 2025, lanskap ekonomi global terus dibayangi oleh sejumlah ketidakpastian: konflik geopolitik, disrupsi rantai pasok, kenaikan suku bunga global, serta ketegangan dagang yang memanas kembali antara negara-negara besar. Dalam konteks ini, negara-negara berkembang seperti Indonesia menghadapi tantangan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Namun, berbeda dengan beberapa negara lain di kawasan Asia, Indonesia justru dinilai memiliki "ruang manuver" yang relatif lebih leluasa dalam merespons tekanan ekonomi eksternal. Hal ini disampaikan oleh sejumlah ekonom dan analis internasional, termasuk dalam laporan eksklusif Reuters pada 16 April 2025. Mereka menilai bahwa kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang relatif sehat memberikan peluang untuk menerapkan stimulus fiskal maupun moneter secara efektif guna mendukung pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan menengah.
Baca juga Momen Krusial di Washington: Indonesia Mulai Negosiasi Intensif Hindari Tarif 32% AS Hari Ini
Kondisi Makroekonomi Terkini: Fondasi Kuat untuk Respons Kebijakan
1. Stabilitas Sektor Fiskal
Pemerintah Indonesia berhasil menjaga rasio utang terhadap PDB di kisaran 39%, angka yang dinilai moderat dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Defisit anggaran juga terkendali, berada dalam batas aman sesuai UU Keuangan Negara. Hal ini memberikan ruang untuk peningkatan belanja publik—terutama di sektor strategis seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan—tanpa menimbulkan risiko fiskal yang besar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah sedang merancang paket stimulus yang tidak hanya responsif terhadap tekanan jangka pendek, tetapi juga memperkuat struktur ekonomi jangka panjang. “Kita punya ruang fiskal yang cukup untuk menjaga daya beli, memperkuat UMKM, dan mendukung transformasi ekonomi,” ujar Sri Mulyani dalam pernyataan resminya.
Baca juga Indonesia Tawarkan Peningkatan Impor AS untuk Redakan Ketegangan Dagang
2. Suku Bunga dan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia pada awal tahun ini telah menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap meredanya tekanan inflasi serta perlunya menjaga likuiditas di pasar domestik. Dengan suku bunga riil yang masih tinggi, BI diperkirakan masih memiliki ruang untuk pelonggaran moneter lanjutan apabila situasi global semakin menekan.
Ekonom dari Standard Chartered menyebut bahwa Indonesia berada dalam posisi “sweet spot” di Asia, di mana tekanan inflasi relatif terkendali sementara cadangan devisa tetap kuat. “Bank Indonesia tidak dalam posisi harus menaikkan suku bunga untuk menjaga stabilitas. Mereka bisa mendukung pertumbuhan,” jelas laporan mereka.
Baca juga Dampak Tarif AS terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Konteks Global: Ketegangan Dagang dan Perubahan Arah Kebijakan AS
Salah satu risiko utama terhadap perekonomian Indonesia saat ini adalah potensi kebijakan tarif tinggi yang direncanakan oleh Amerika Serikat. Presiden AS tengah mempertimbangkan menaikkan tarif terhadap sejumlah produk ekspor dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, hingga 32%. Produk seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik akan terdampak langsung jika kebijakan ini diterapkan.
Sebagai respons, delegasi ekonomi Indonesia akan melakukan pertemuan tingkat tinggi dengan pejabat AS dalam waktu dekat. Salah satu strategi yang dikedepankan adalah peningkatan impor minyak mentah dan LPG dari AS senilai $10 miliar sebagai bagian dari diplomasi dagang. Namun, jika negosiasi ini gagal, maka Indonesia harus mengandalkan stimulus domestik untuk menjaga ekonomi tetap bertumbuh.
Baca juga Konflik Dagang AS-Tiongkok Ganggu Perdagangan Senilai $582 Miliar
Peran Stimulus Fiskal dan Moneter: Menjaga Momentum Pertumbuhan
1. Memperkuat Konsumsi Domestik
Salah satu kekuatan utama perekonomian Indonesia adalah konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari 50% PDB. Dalam situasi global yang tidak pasti, menjaga daya beli masyarakat menjadi kunci utama. Stimulus dalam bentuk bantuan langsung tunai, insentif pajak, dan subsidi energi dapat memperkuat daya beli kelas menengah dan bawah.
Baca juga Outlook Ekonomi Indonesia April 2025: Peluang dan Tantangan di Tengah Dinamika Global
2. Mendukung Investasi dan Industri Prioritas
Pemerintah juga mempertimbangkan insentif pajak untuk sektor industri prioritas seperti manufaktur, hilirisasi mineral, dan ekonomi digital. Selain itu, penguatan pembiayaan kepada UMKM melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan skema pembiayaan mikro akan menjadi komponen penting dalam strategi fiskal.
3. Moneter: Kredit dan Likuiditas
Bank Indonesia telah menyalurkan Kredit Likuiditas Makroprudensial (KLM) senilai Rp295 triliun ke berbagai sektor prioritas. Pelonggaran rasio loan-to-value (LTV) dan dukungan terhadap perbankan untuk ekspansi kredit juga menjadi bagian dari paket kebijakan moneter pro-pertumbuhan.
Baca juga Bank-Bank Raksasa AS Siap Rilis Laporan Keuangan: Pertanda Awal Resesi Semakin Nyata?
Respons Pasar dan Reaksi Investor
Meskipun pasar saham Indonesia (IHSG) mengalami tekanan sejak awal tahun dengan koreksi 11,55%, para investor global melihat adanya peluang jangka menengah jika pemerintah mampu menjaga stabilitas makro dan mengimplementasikan stimulus dengan tepat sasaran.
Kepala Ekonom dari Morgan Stanley menyebutkan bahwa “Indonesia is not in crisis, it’s in a strategic adjustment phase”—Indonesia bukan sedang krisis, melainkan dalam fase penyesuaian strategis. Ia juga menambahkan bahwa bila respons fiskal dan moneter dilakukan dengan presisi, maka rebound IHSG dapat terjadi pada kuartal ketiga 2025.
Baca juga Qatar Siap Investasi US$2 Miliar ke Danantara Indonesia
Optimisme Berbasis Fundamental
Dengan tantangan global yang kian kompleks, tidak banyak negara berkembang yang memiliki ruang untuk melakukan ekspansi kebijakan tanpa mengorbankan stabilitas. Indonesia, menurut para pengamat internasional, adalah salah satu dari sedikit negara yang memiliki posisi fiskal dan moneter cukup sehat untuk mengimplementasikan stimulus ekonomi.
Kemampuan pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga koordinasi kebijakan akan menjadi penentu keberhasilan. Stimulus yang dirancang dengan matang tidak hanya akan menjadi bantalan terhadap guncangan global, tetapi juga mempercepat transformasi struktural menuju ekonomi yang lebih resilien dan inklusif.
Baca juga Forum Bisnis Rusia-Indonesia Digelar: Rusia Lirik Indonesia sebagai Mitra Ekspor Strategis
📰 Sumber:
TradingEconomics