Pasar Saham Global Menguat di Tengah Harapan Meredanya Perang Dagang

Optimisme baru muncul di pasar global setelah sinyal positif dari Washington dan Beijing memicu spekulasi bahwa tensi perang dagang dapat segera mereda. Saham-saham utama melonjak, menandakan respons positif dari investor terhadap potensi stabilisasi ekonomi global.

MAKRO EKONOMI

4/23/20253 min read

Pasar Saham Global Menguat di Tengah Harapan Meredanya Perang Dagang_NuntiaNews
Pasar Saham Global Menguat di Tengah Harapan Meredanya Perang Dagang_NuntiaNews

Pasar saham global menunjukkan penguatan signifikan selama perdagangan awal pekan ini, didorong oleh sentimen positif dari kemungkinan meredanya ketegangan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia—Amerika Serikat dan China. Kenaikan ini menjadi angin segar di tengah ketidakpastian geopolitik dan perlambatan ekonomi global yang sempat menekan pasar dalam beberapa bulan terakhir.

Perang Dagang AS-China:

Ketegangan perdagangan antara AS dan China sudah berlangsung selama lebih dari lima tahun. Dikenal sebagai “perang tarif,” konflik ini bermula dari kebijakan proteksionis Presiden Donald Trump yang menaikkan tarif impor terhadap barang-barang China sebagai upaya mempersempit defisit perdagangan AS. Sebagai balasan, China juga mengenakan tarif balasan terhadap produk-produk AS.

Seiring berjalannya waktu, perang dagang ini memengaruhi banyak aspek: dari rantai pasok global, kepercayaan bisnis, hingga pertumbuhan ekonomi dunia. Meskipun beberapa kesepakatan parsial sempat tercapai, ketegangan tetap membayangi.

Baca juga Dollar AS Melemah, Emas Capai Rekor Baru: Sinyal Bahaya atau Peluang?

Sinyal Positif Baru dari Diplomasi Ekonomi:

Pekan ini, muncul laporan bahwa kedua negara telah kembali ke meja perundingan dengan semangat lebih konstruktif. Menurut Bloomberg (22 April 2025), delegasi China yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He bertemu dengan Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan Perwakilan Dagang AS Katherine Tai dalam pertemuan tertutup di Washington DC.

Pernyataan resmi dari Gedung Putih menyebutkan bahwa pertemuan itu “produktif dan terbuka,” dengan komitmen untuk “menghindari eskalasi lebih lanjut.” China juga menyatakan bersedia untuk meninjau beberapa hambatan tarif yang masih diberlakukan terhadap produk-produk pertanian dan semikonduktor dari AS.

Baca juga Apa Hubungan Makroekonomi dan Investasi Kamu? Ini Dampaknya ke Portofolio dan Keputusan Finansial

Reaksi Pasar Saham Global:

Respon pasar pun sangat positif. Indeks Dow Jones Industrial Average melonjak 2,1% dalam sehari, sementara S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik 1,8% dan 2,4%. Di benua Eropa, indeks FTSE 100 London naik 1,6%, DAX Frankfurt melonjak 2,3%, dan CAC 40 Paris menguat 1,9%.

Pasar Asia juga turut mengikuti tren ini. Indeks Nikkei 225 Jepang naik 1,5%, sementara Shanghai Composite di China mencatat kenaikan 1,2%. Bursa Efek Indonesia (IHSG) juga ikut menguat, naik 1,3% dengan saham sektor manufaktur dan ekspor menjadi pendorong utama.

Baca juga Kenapa Inflasi Bisa Bikin Harga Barang Naik? Ini Penjelasan Lengkapnya

Komoditas dan Valuta:

Harga komoditas seperti minyak mentah juga ikut terdongkrak, dengan Brent naik 1,7% menjadi USD 89,25 per barel. Hal ini dipicu harapan akan meningkatnya permintaan energi jika ketegangan dagang menurun. Di sisi lain, dolar AS sedikit melemah terhadap mata uang utama dunia, mencerminkan peningkatan appetite risiko di kalangan investor global.

Baca juga Defisit Anggaran Negara, Bahaya Nggak Ya?

Komentar dari Pelaku Pasar dan Analis:

Menurut analis dari Morgan Stanley, ketegangan geopolitik telah menjadi salah satu penghalang utama bagi sentimen pasar dalam dua tahun terakhir. “Jika perang dagang benar-benar mereda, kita bisa melihat rebound kuat di sektor-sektor yang sebelumnya terpukul, seperti teknologi, otomotif, dan agrikultur,” ujar mereka dalam catatan riset hari ini.

Sementara itu, Goldman Sachs menambahkan bahwa skenario deeskalasi dagang akan mendorong arus modal ke pasar negara berkembang (emerging markets), termasuk Asia Tenggara. “Investor global akan mencari yield lebih tinggi dan pertumbuhan yang stabil, dan Indonesia adalah salah satu target menarik,” jelas laporan tersebut.

Baca juga Apa Itu Stagflasi? Ketika Inflasi & Pengangguran Jalan Bareng

Dampak Jangka Menengah dan Panjang:

Meski euforia jangka pendek terasa jelas, beberapa analis mengingatkan agar tetap berhati-hati. Pasar masih sangat rentan terhadap perubahan kebijakan atau pernyataan mendadak dari tokoh politik utama. Di masa lalu, pernyataan konfrontatif dari Presiden AS ataupun pejabat tinggi China kerap memicu volatilitas besar hanya dalam hitungan jam.

Namun, jika perundingan saat ini berujung pada kesepakatan dagang baru yang lebih permanen dan menyeluruh, maka dampaknya bisa sangat positif. Tidak hanya akan memperlancar perdagangan bilateral AS-China, tetapi juga mengurangi tekanan inflasi global dan memperbaiki rantai pasok internasional yang selama ini terganggu.

Baca juga Ekonomi Tumbuh, Tapi Kok Nggak Kerasa? Ini Penjelasannya!

Respons dari Lembaga Internasional:

Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyambut positif perkembangan ini. Dalam pernyataan resminya, IMF menyebut bahwa “semangat kerja sama antara negara ekonomi besar adalah syarat penting untuk menjaga stabilitas global.” WTO juga mengingatkan bahwa konflik dagang berdampak buruk terhadap negara berkembang yang sangat bergantung pada ekspor.

Baca juga Peran Krusial Bank Sentral dalam Menjaga Denyut Ekonomi

Kesimpulan:

Harapan akan meredanya perang dagang antara AS dan China telah menjadi katalis penting bagi reli pasar saham global dalam beberapa hari terakhir. Meskipun belum ada kesepakatan final, sinyal diplomatik yang lebih positif menjadi angin segar bagi investor dan pengusaha global.

Jika momentum ini berlanjut dan menghasilkan langkah konkret, bukan tidak mungkin tahun 2025 menjadi titik balik bagi perekonomian dunia yang sedang mencari jalan keluar dari perlambatan dan tekanan geopolitik. Untuk saat ini, pasar tampaknya memutuskan untuk optimis.

Baca juga Apa Itu Resesi? Apakah Kita Harus Panik?

Berita Lainnya